TAK selamanya wanita di bawah bayang-bayang lelaki. Emansipasi wanita telah disadari kaum hawa sejak era Kartini. Kesetraan antara pria dan wanita. Kini banyak wanita super yang muncul saat ini selalu menjadi sorotan, seakan membuka mata jika wanita kini bisa disejajarkan dengan kaum adam.
Hal itu pun dibuktikan oleh Poengky Indarti. Ia telah berjuang dan mampu membuktikan kesetaraan tersebut. Ia menamatkan kuliah di Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, pada 1993 silam.
Wanita bertubuih subur ini memilih jalan sebagai penyambung lidah masyarakat dengann berkecimpung di tengah carut-marut perpolitikan dan penindasan Hak Asasi Manusia di Indonesia. Poengkypun tergabung di dalam Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya untuk periode 1993 - 2000. Ia mendapatkan jabatan pertama pada 1998.
Saya bekerja di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya, pada 1993 hingga 2000. Kemudian jabatan terakhir sebagai Wakil Direktur Bidang Operasional pada tahun 1998 sampai 2000, kata dia kepada Kriminalitas.com, Kamis (26/5) di Jakarta.
Selain bekerja untuk LBH Surabaya, aktivis ini juga dikenal sebagai seorang pengacara yang mengurusi isu-isu yang berhubungan dengan penindasan masyarakat selama berada di Surabaya. Setelah mengakhiri masa kerja bersama LBH Surabaya, Poengky Indarti memutuskan untuk hijrah ke Jakarta.
Baca juga: Nur Hidayati, Pendaki Gunung yang Kini Nahkoda di Walhi
Nah, di Ibu Kota,Poengky kembali melanjutkan karirnya bersama Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI). Selama setahun keanggotaannya, ia mengurusi problematika dan dilema yang dihadapi para buruh.
Tahun 2000 ke Jakarta, dan saya bergabung dengan YLBHI Jakarta. DI YLBHI selama setahun jabatan terakhir sebagai Kepala Divisi Perburuhan dan Fund Raising pada 2001-2002, katanya.
Yuk gabung & merapat di ruang nishi3 Diskusi Konflik Kekerasan & Pemilu. Dah ditunggu mba @pungkysuroboyo @KNMS2014 pic.twitter.com/O5gCOK0wOX
YAPPIKA-ActionAid (@Yappika) 25 November 2014
Tak ingin hanya berakhir sebagai sarjana, Poengky langsung tancam gas untuk melajutkan perkuliahannya. Alhasil, Poengky berhasil menyelesaikan gelar Master di Northwestern University School of Law, untuk International Human Rights Law, USA pada 2003.
Selagi kuliah saya juga bekerja memonitoring. Setelah dari YLBHI saya pindah ke KontraS (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan) pada Kepala Divisi Kampanye, kata dia.
Perjuangan bersama Imparsial
Nama Poengky tercatat sebagai salah satu pendiri Indonesian Human Rights Monitor (Imparsial), yang didirikan pada Juni 2002 lalu. Imparsial merupakan sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang pengawasan dan penyelidikikan pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia.
Baca juga: Anies Baswedan, dari Gerakan Indonesia Mengajar hingga Mendikbud
Lembaga berbadan hukum yang diinisiasi 18 orang pejuang HAM di tanah air, selain Poengky juga diinisiasi di antaranya, Todung Mulya Lubis, Karlina Leksono, M. Billah, Wardah Hafidz, Hendardi, Nursyahbani Katjasungkana, Rusdi Marpaung, Otto Syamsuddin Ishak, dan Nezar Patria.
Nama Imparsial diambil dari kata impartial : pandangan yang memuliakan kesetaraan hak setiap individu dalam keberagaman latarnya terhadap keadilan, dengan perhatian khusus terhadap mereka yang kurang beruntung (the less fortunate).
Namanya semakin meroket selama bersama Imparsial terhitung sejak 2002 - 2016. Kecapakannya berargumentasi, bersuara tegas, dan luas, membuat Poengky didapuk sebagai Direktur Eksternal pada 2003-2010.
Jadi selama itu saya jadi direktur eksternal. Terus di tahun 2010 saya jadi Direktur Eksekutif Imparsial. Itu Agustus 2010 sampai Desmber 2015, ungkapnya.
Jika melihat kebelakang, Poengky tak hanya bersuara dalam hal-hal kecil. Namun ia juga paham dengan teori wajib militer serta alutsista. Ia pernah menantang Kementerian Pertahanan (Kemenhan) untuk terbuka terakit transparansi pengadaan alutsista sebagai tameng negara. Intinya semua alutsista dan pengadaan persenjataan untuk TNI.
Peraturan yang dimaksud Poengky merupakan produk hukum yang dikeluarkan Purnomo Yusgiantoro saat menjabat Menteri Pertahanan di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Peraturan tersebut mengatur tentang pelaksanaan pengadaan alat utama sistem senjata di lingkungan Kemhan dan Tentara Nasional Indonesia.
Baca juga: Malala Yousafzai, Pejuang Pendidikan dan Kemerdekaan Manusia
Tak sampai disitu, ia juga mengungkapkan terkait TNI sebenarnya memiliki peraturan internal tentang siapa dan syarat yang harus dipenuhi oleh pemegang senjata api.
http://t.co/Vc7RrasGQp
Poengky Indarti (@pungkysuroboyo) 18 Desember 2014
Di daerah konflik kata Poengky anggota militer dibenarkan untuk membawa senjata ke mana pun ia berada, termasuk saat meninggalkan markas. Akan tetapi, Poengky heran dengan fakta, mengapa masih ada oknum TNI yang menenteng senjata di wilayah normal.
Selanjutnya, ia juga pernah menyoroti bagaimana peradilan militer yang tak terjangkau oleh masyarakat dalam hal untuk memantau. Menurutnya, aspek keadilan dalam sistem peradilan militer selama ini menjadi sorotan utama. Apalagi, banyak kalangan yang menganggap bahwa selama ini peradilan militer merupakan bagian dari permasalahan dalam upaya penegakkan hukum.
Terbukti dengan berbagai kasus yang telah mendapatkan perhatian yang cukup luas dari publik, peradilan militer telah menjadi `safe heaven` bagi para anggota militer yang melakukan tindakan kriminal, ujarnya.
Terkait peredaran narkoba, Poengky juga punya penilaian sendiri. Menurutnya, peredaran narkoba memrlukan pendekatan intensif. Tak ingin dianggap klise, menurutnya, penindakan tegas memang diperlukan namun harus disertai dengan koordinasi elemen-elemen masyarakat.
DepMin Larsen meets HR defenders: what r most pressing HR-issues in Indonesia? @Imparsial @HRWG_Indonesia @utenriksdep pic.twitter.com/9UPPq8Kl
Stig Traavik (@DubesNorwegia) 26 November 2012
Semua warga negara wajib memberantas narkoba. Tak hanya polisi, BNN, tapi seluruh elemen masyarakat. Itu yang penting, tegasnya.
Peranan intelijen negara juga tak luput dari sorotannya. Tim Pengawas (Timwas) haruslah mendapat evaluasi tersendiri dari masyarakat. Karena berdasarkan pasal 43 ayat (2) menyatakan bahwa pengawasan eksternal penyelenggara intelijen negara dilakukan oleh DPR RI yang khusus menangani intelijen.
Terlebih, ayat (3) menyatakan bahwa dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana ayat (2) komisi membentuk tim pengawas tetap yang terdiri atas perwakilan fraksi dan pimpinan komisi di DPR RI yang khusus menangani intelijen. "Dengan adanya tim pengawas intelijen, maka tim harus pro aktif dalam mengawasi intelijen secara eksternal," katanya.
Komisioner Kompolnas
Setelah malang melintang di organisasi dan lembaga swadaya, Poengky akhirnya terjun langsung dengan lembaga pemerinta. Poengky Indarti terpilih sebagai salah satu komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) bersama 5 orang lainnya. Poengky akan menduduki jabatan tersebut hingga empat tahun ke depan.
Sekarang saya salah satu komisioner Kompolnas. Periode 19 Mei 2016 hingga 20 Mei 2020, kata dia.
Perjuangan untuk menduduki jabatan sebagai komisioner Kompolnas tidak semudah yang dikira. Poengky mengakui sempat kelabakan dalam menjalani serangkaian tes yang diberikan panitia seleksi Kompolnas. Menurutnya, selain pemikiran dan ide yang baik, stamina juga menjadi penentu kesuksesan.
Perjuangan berat. Tapi ya kalua sudah niat harus kita jalani. Stamina yang fit berperan besar kemarin selama tes itu, ungkap Poengky.
Baca juga: Ledia Hanifa: Perempuan Indonesia Harus Bangun Peradaban
Seperti diketahui, ratusan orang mendaftar untuk menjadi bagian dari kompolnas. Awalnya Pansel menerima 200 pendaftar namun hanya 124 orang yang melengkapi berkas pendaftaran. Dari 124 itu, yang lulus seleksi administrasi sebanyak 81 orang terdiri dari 20 pakar kepolisian dan 61 tokoh masyarakat.
Dari tahap ujian tulis, pansel meluluskan 50 orang. Setelah melalui wawancara dan pemeriksaan kesehatan, panitia memilih 12 orang nama untuk diserahkan ke Presiden. Mereka yang dari unsur pakar kepolisian adalah M Nasser Amir, Bekto Suprapto, Yotje Mende, Herry Haryanto, Sadar Sebayang dan Andrea H Poeloengan. Dari enam itu, hanya Andre berlatar belakang akademisi, sedangkan lima lainnya adalah purnawirawan polisi dengan pangkat terakhir Irjen Pol dan Brigjen Pol.
Sedangkan enam dari unsur tokoh masyarakat adalah Poengky Indarti (LSM Imparsial), Nurudin Lazuardi (wartawan), Andriansyah (Sekjen Organisasi Angkutan Darat), Yudi Hidayat (dosen), Bambang Nurhadi (pengacara) dan Dede Farhan Aulawi (Ormas Kosgoro).
Hingga akhirnya, presiden Jokowi memilih enam nama yang menjadi anggota Kompolnas periode 2016-2020. Ketiga yang mewakili pemerintah meliputi Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Luhut Panjaitan sekaligus Ketua Kompolnas merangkap anggota, Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia Yasonna Laoly sebagai Wakil Ketua Kompolnas merangkap anggota dan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo sebagai anggota.
Tiga anggota Kompolnas dari unsur pakar kepolisian adalah Bekto Suprapto, Yotje Mende, Andrea H Poeloengan, sedangkan tiga anggota dari tokoh masyarakat adalah Poengki Indarti, Benedictus Bambang Nurhadi dan Dede Farhan Aulawi.
Poengky dan Dunia Internasional
Keaktifan Poengy di dalam organisasi tak semata-mata hanya di Indonesia saja. Organisasi setaraf internasional pernah dijajaki perempuan yang lahir di 18 Februari ini. Ia tergabung di dalam Chairperson of International NGO Forum on Indonesian Development (INFID).
#menolakbungkam #IPT65 #50TahunKejahatanKemanusiaan @pungkysuroboyo @hrw_id @usmanHAM_ID pic.twitter.com/MwXlaMZPv2
IPT1965 (@IPT1965) 16 Desember 2014
Ia pernah menjabat sebagai Executive Committee Member of Asia Forum for Human Rights and Development (FORUM-ASIA), Geneva dan Bangkok. Serta Chairperson of the Board of Directors of the Indonesian Scholarship and Research Support Foundation (ISRSF)
Poengky bersama teman-teman LSM lainnya juga telah melahirkan karya tulis berbentuk buku. Seperti buku Saku yang diberi judul Jalan Panjang menghapus Hukuman Mati, pada 2004 lalu yang ditulis bersama Tim Imparsial. Masih bersama Imparsial, Poengky juga menulis buku yang bertajuk Perlindungan Terhadap Pembela HAM, pada 2006 lalu.
Selanjutnya Poengky bersama tim Imparsial juga membuat buku untuk memberikan dorongan moral kepada Komas HAM dengan judul Komnas HAM di Persimpangan Jalan, pada 2013. Masih di tahun yang sama, ia juga turut membantu pembuatan buku terkait keamanan nasional pada tahun 2013.
Terkait suksesi Kapolri Jenderal Badrodin Haiti, Poengky selaku Komisioner Kompolnas, mengatakan hingga kini belum menemukan nama yang akan disulkan. Pasalnya hinngga kini ia masih menunggu Dewan Kepangkatan dan Jabatan Tinggi (Wanjakti) Polri.
Kompolnas saat ini sedang menunggu Wanjakti, karena Wanjakti akan memberikan usulan kepada Presiden, katanya.
Ia mengungkapkan, setelah ada usulan nama dari Wanjakti, maka Kompolnas akan memberikan pertimbangan. Namun, semua keputasan siapa yang akan menjadi Kapolri berada ditangan Presiden Joko Widodo. Kompolnas akan memberikan pertimbangan kepada Presiden terkait usulan Wanjakti. Keputusan finalnya ada di tangan Presiden, pungkasnya.