TANGGAL 1 SYAWAL 1438 H kemarin, sepertinya akan dicatat sebagai momentum istimewa bagi bangsa ini. Pasalnya, pada Minggu 25 Juni 2017 yang bertepatan dengan Hari Raya Idul Fitri, akhirnya Jokowi bertemu dengan pimpinan GNPF MUI di Istana Negara.
Sebuah kejadian langka dan patut diapresiasi tentunya. Mungkin tak ada yang menyangka jika pertemuan tersebut terjadi di tengah 'ketegangan' politik yang menurut banyak kalangan merupakan hal yang muskil dilakukan.
Bahkan dikabarkan bahwa Pak Jokowi sampai bersedia menunggu dan menunda kepulangannya ke Istana Bogor untuk menyambut 'tamu istimewa' tersebut usai rampung mengadakan open house. Apa makna yang tersirat dari pertemuan itu? Bahwa ternyata, orang nomor satu di Indonesia ini menganggap GNPF-MUI adalah salah satu elemen penting di negeri ini.
Pertemuan itu seharusnya sanggup melumerkan perang dingin dan kecurigaan yang selama ini begitu pekat melingkupi hubungan pemerintah dengan umat Islam. Benang kusut yang kemudian sempat memunculkan berbagai tudingan miring yang dialamatkan pada penguasa negeri.
Yang patut dicatat dari pertemuan pimpinan GNPF-MUI dengan Jokowi adalah terbukanya akses informasi dan komunikasi yang selama ini tersumbat. Bisa jadi, pertemuan itu juga menjadi 'pesan' yang sangat kuat dari Jokowi bahwa tuduhan kriminalisasi ulama yang selama ini digembar-gemborkan memang tak pernah ada.
Kalaupun ada sebagian anggota GNPF-MUI yang terseret kasus hukum, itu bukan berarti pemerintah ingin menelikung umat Islam, tapi semata karena pemerintah ingin melakukan penegakan hukum yang seadil-adilnya tanpa melihat latar belakang atau haluan politiknya.
Semoga benar bahwa GNPF-MUI mendukung sepenuhnya kebijakan yang diambil pemerintah seperti yang dikatakan sang ketua. Apalagi, mereka juga menyatakan dukungan penuh dan mengapresiasi pembangunan bangsa.
Tentu kita boleh berharap bahwa usai pertemuan itu, tak ada lagi syak wasangka dan suara-suara sumbang yang seolah-olah menempatkan umat Islam sebagai korban atau tumbal kekuasaan. Dan momentum Idul Fitri ini semestinya bisa menjadi titik balik bagi keharmonisan seluruh elemen bangsa untuk bersinergi membangun bangsa tanpa embel-embel kepentingan tertentu.
Mari saling memaafkan dan mengikhlaskan kesalahan dan kekhilafan menuju Indonesia yang damai karena sejatinya Islam bukanlah musuh negara. Islam dan agama lain yang diakui di negara ini adalah kekuatan mahadahsyat dan kekayaan yang seharusnya merekatkan semua umat demi kemaslahatan warga bangsa.
Berikan Komentar
Leave comment for Salam Damai dan Bersahaja dari Ruang Oval Istana by filling out the form below :