KRICOM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kecewa dengan putusan Mahkamah Agung (MA) yang memotong masa hukuman terpidana kasus suap hakim Pengadilan Tinggi Urusan Negara (PTUN) Medan, OC Kaligis.
Pasalnya, pengurangan masa jabatan itu justru seakan menjatuhkan upaya KPK dalam memberikan efek jera kepada pelaku tindak pidana korupsi.
"Kecewa dong. Kan kita berupaya memberi efek jera. Tapi malah diputuskan pengurangan tahanan dari sepuluh jadi tujuh tahun," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha kepada wartawan di kantornya, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (22/12/2017).
Lembaga anti rasuah mau tidak mau harus 'legowo' terhadap putusan yang diketok MA pada Selasa 19 Desember 2017 lalu.
"Tidak bisa ada sikap lain selain menerima putusan itu. Kan sudah putusan PK," ujar Priharsa.
Dalam amar putusannya, MA mengurangi masa hukuman penjara untuk terpidana OC Kaligis dari 10 tahun menjadi 7 tahun.
Adapun putusan MA yang diputus pada 19 Desember 2017 bernomor perkara 176 PK/Pid.Sus/2017. Sedangkan, majelis hakim yang memeriksa PK OC Kaligis tersebut adalah Hakim Agung Syarifuddin selaku ketua majelis, Hakim Agung Leopold Luhut Hutagalung dan Hakim Agung Surya Jaya selaku anggota majelis.
Sekadar informasi, pada tingkat pertama, Pengadilan Tipikor memvonis OC Kaligis dengan hukuman penjara 5 tahun 5 bulan dan denda Rp300 juta subsider 4 bulan kurangan. Selanjutnya, di tingkat banding Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat hukuman Kaligis menjadi 7 tahun penjara.
Tak terima putusan itu, OC Kaligis lalu mengajukan kasasi ke MA. Namun, MA malah kembali memperberat hukuman kakek kelahiran 19 Juni 1942 itu menjadi 10 tahun.
OC divonis bersalah karena dinilai terbukti memberikan duit SGD 5.000 dan US$ 15 ribu kepada Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Medan Tripeni Irianto. Dia juga memberikan uang USD 5.000 kepada hakim anggota PTUN, Dermawan Ginting dan Amir Fauzi. Selain itu, OC Kaligis terbukti menyuap panitera PTUN, Syamsir Yusfan, sebesar US$ 2.000.
Uang tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara pengujian kewenangan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara atas penyelidikan terhadap dugaan tindak pidana korupsi dana bantuan sosial, bantuan daerah bawahan, bantuan operasional sekolah, tunggakan dana bagi hasil, dan penyertaan modal kepada sejumlah badan usaha milik daerah Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.
Namun, usai kasasi ditolak oleh MA, pengacara kondang itu pun kembali mengajukan peninjauan kembali (PK) terhadap putusan tersebut, dan akhirnya MA memutuskan untuk mengurangi masa tahanannya menjadi 7 tahun.