KRICOM - Pengamat Kebijakan Publik, Trubus Rahadiansyah, menegaskan bahwa Anies Baswedan mau tak mau harus mengikuti keputusan Kementerian Dalam Negeri yang menolak anggaran untuk Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP).
“Anies harus mematuhi. Kalau tidak mematuhi bisa saja melanggar perundang-undangan,” kata Trubus kepada Kricom, Minggu (24/12/2017).
Trubus menjelaskan, meski Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta merupakan ‘produk’ dari pemilihan langsung, namun keduanya tetap perwakilan dari pemerintah pusat.
“Misalnya mereka dipilih langsung sama rakyat, tapi dalam kebijakannya harus patuh, karena kita ini NKRI,” tegas Trubus.
"Bahkan Anies bisa berhadapan dengan konstitusi kalau nekat melakukannya. Bisa menyangkut mengenai program pemerintahan ke depan tidak tercapai lantaran koordinasi dengan pemerintah pusat yang kurang baik," imbuhnya.
Ia menilai, selama ini banyak calon-calon anggota TGUPP yang diisi bukan orang yang kompeten.
"Kan dia maunya komposisinya 30 untuk mantan mantan seperti Lasro Marbun (Mantan Kadis Pendidikan) dan Rahmat Efendi (Mantan Walikota Jakarta Utara). Tapi yang 43-nya itu diisi orang yang bantu kampanyenya dia," tutupnya.
Anies Baswedan sebelumnya menganggarkan honorarium untuk 73 anggota TGUPP sebesar Rp 28 miliar. Nilainya melonjak dari rencana anggaran sebelumnya sebesar Rp 2 miliar.
Kenaikan itu terungkap dalam rapat pembahasan RAPBD 2018. Anies beralasan bahwa setiap orang yang bekerja untuk membantu gubernur menyusun kebijakan harus dibiayai pemerintah daerah.
Direktur Jenderal Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri Syarifuddin menyoroti jumlah anggota tim yang terlalu gemuk. Ia berpendapat, jika jumlah itu tetap ingin dipertahankan, sebaiknya penganggaran TGUPP diajukan oleh masing-masing satuan kerja perangkat daerah terkait.
Sementara soal honor anggota TGUPP, ia menyarankan agar mereka menggunakan belanja penunjang operasional kepala daerah agar tidak membebani APBD secara khusus.