KRICOM - Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi mengatakan bahwa keputusan Gubernur Anies menutup ruas jalan di depan stasiun Tanah Abang untuk Pedagang Kaki Lima melanggar Perda Nomor 8 Tahun 2007 tentang ketertiban umum dan UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
“Kedua aturan itu menyebutkan bahwa jalan dan trotoar dilarang digunakan untuk berjualan. Bahkan, Pasal 12 UU Lalu Lintas dan Angkutan Umum memberikan acaman pidana dan denda bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan di dalam ruang manfaat jalan,” kata Pras saat dihubungi Kricom, Minggu (24/12/2017).
Pras menilai, penataan PKL Tanah Abang itu sangat berhasil di era Gubernur Jokowi. Saat itu, PKL dipaksa masuk ke Blok G. Ini menimbang karena Pasar Tanah Abang merupakan ikon pasar tradisional yang terkenal di sejumlah negara sehingga ketertiban menjadi faktor yang utama. Adapun ini berbeda dengan kebijakan Anies Baswedan yang menurutnya bakal berdampak pada kemacetan parah.
“Kebijakan Gubernur sekarang ini justru berdampak pada kemacetan parah. Tanah Abang pun tetap kumuh. Jadi jangan malu untuk meneruskan kebijakan yang baik. Anies-Sandi kan selalu bicara keberpihakan, sekarang buktikan dong berpihak pada kepentingan orang banyak bukan malah tersandera kepentingan politik kalangan tertentu,” tegasnya.
Pras juga mengatakan bahwa penataan Tanah Abang bisa menimbulkan adu domba terhadap warga dan pedagang di sana. Maksudnya sudah menjadi hal jamak jika warga setempat menarik uang kepada pedagang sehingga jikapun digratiskan akan menjadi polemik tersendiri.
“Nanti siapa bisa diberi kewenangan untuk penempatan PKL itu? Karena saat ini penarik pungli ialah warga setempat. Saat mereka digratiskan apakah tidak akan terjadi keributan? ini sama saja mengadu domba warga. Jangan karena ingin balas budi politik lantas mengorbankan kepentingan warga banyak,” tegasnya.
Kemudian, waktu yang diberikan jam 8 pagi sampai 6 sore. Artinya saat jalan itu akan difungsikan lagi membutuhkan waktu bagi PKL untuk mensterikan jalan. Menurut Pras itu sangat bermasalah karena pada jam 6 sore merupakan puncak keramaian orang.
“Apakah mau mereka membongkar lapaknya saat orang ramai. Itu PR besar, karena sekarang kemacetan makin parah. Solusi seharusnya bukan menimbulkan masalah baru,” katanya.
Pras menegaskan sebaiknya, Anies meniru cara Jokowi dalam menata Tanah Abang. Yakni, membiarkan semua fasilitas berfungsi sebagaimana seharusnya. Bukan membuat kebijakan karena tersandera janji politik atau tim pemenangan.
“Pilkada sudah selesai. Ini saatnya bekerja, bukan lagi berkampanye. Atau memang ini kembali memasuki masa kampanye bagi Anies,” tutupnya.