KRICOM - Penunjukkan Siti Hediati Hariyadi alias Titiek Soeharto sebagai Wakil Ketua MPR dinilai tak melanggar hukum. Pasalnya Partai Golkar memiliki wewenang untuk mengganti anggotanya sesuai dengan UU MD3 yang baru.
Hal itu dikatakan Pakar Hukum Tata Negara, Asep Warlan Yusuf. Menurutnya, pergantian Mahyudin sama halnya seperti kejadian Setya Novanto dan Ade Komaruddin dari kursi Ketua DPR.
"Dari ketua karena ada masalah dengan etika lalu diganti dengan Ade Komarudin, lalu diganti lagi. Tapi ingat, harus ada alasan kenapa diganti," kata Asep kepada Kricom.id di Jakarta, Selasa (20/3/2018).
Pakar dari Universitas Parahyangan ini melanjutkan, landasan kuat yang diperlukan untuk melakukan perombakan adalah kinerja sebelumnya.
Mungkin partai berlambang pohon beringin ini menilai kinerja Mahyudin tak baik dan kurang maksimal dalam bertugas.
"Asal jangan berdasarkan subyektifnya Ketua Umum. Kalau kurang perfrom dan tak kooperatif dengan anggotanya, kalau begitu masak dipertahankan. Ya diganti lah," papar dia.
Sebab, seorang Wakil Ketua MPR harus memastikan bahwa semua permasalahan harus berjalan dengan baik.
Namun, jika faktor penggantian hanya berdasarkan like and dislike, maka Golkar tak bisa seenaknya mengganti Mahyudin.
"Jadi mesti ada faktor ukuran yang obyektif. Mesti ada ukuran. Apakah karena kurang loyal pada pimpinan ? Apakah karena kurang koordinasi? Itu harus ada alasannya," ungkapnya.
Selain itu, Titi juga berhak menjadi Wakil Ketua MPR. Karena, hal itu adalah hak dari setiap anggota dewan.
"Itu sah-sah saja. Tapi harus dilengkapi dengan persetujuan dari Ketua Partainya," tutup Asep.