KRICOM - Pengamat perkotaan Azas Tigor Nainggolan menilai, pelaporan terhadap Gubernur DKI Anies Baswedan karena menutup Jalan Jatibaru, Tanah Abang. Sebab, kebijakan Anies itu memang ada pidananya. Azaz mengatakan kebijakan Anies itu melanggar Undang-Undang Jalan dan Lalu Lintas.
"Kebijakan itu sungguh melanggar. Jadi memang sudah pas ya kalau itu dilaporkan ke polisi dan ada upa gugatan perdata itu juga pas karena melanggar hukum," kata Azas kepada Kricom di Jakarta, Sabtu (17/3/2018).
Menurutnya, kemungkinan adanya bentuk pidana lain seperti dugaan korupsi dalam kasus ini sangat mungkin asalkan ditemukan indikasi bahwa ada segelintir pihak yang diuntungkan atas kebijakan tersebut.
"Peluang itu ada. kami serahkan semuanya kepada polisi saja untuk mengusutnya,'' tutur dia.
Jika melihat dari gagasan itu, persoalan yang selama ini terjadi di kawasan Tanah Abang adalah masalah lalu lintas. Namun, melalui kebijkannya, Anies malah menempatkan PKL di jalanan.
"Itu secara dasarnya memang sudah salah. Ditambah lagi karena menempatkan di jalan, malah melanggar hak lalu lintas,'' ungkapnya.
Selama ini, hak diskresi yang dilakukan oleh Anies harus berdasarkan hukum. Pasalnya, soal Tanah Abang ini, belum ada Perda yang mengatur soal diskresi.
"Boleh gubernur melakukan itu, tapi dia kan belum bikin hak hukumnya. Dia bilang baru sebatas uji coba., kalau uji coba dia harus ada dasar hukumnya, apa manfaatnya,'' tutur dia.
"Buktinya. Banyak sopir angkot yang protes, masyarakat pengguna jalan juga protes. Jadi lebih banyak mudaratnya,'' tutup Koordinator forum Warga Kota Jakarta ini.
Diketahui, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, dilaporkan ke Polda Metro Jaya terkait penutupan Jalan Jatibaru, Tanah Abang, Jakarta Pusat, yang digunakan untuk Pedagang Kaki Lima (PKL) menggelar dagangannya.
Pelapor Jack Lapian membuat laporan bersama Ketua Cyber Indonesia Muannas Alaidid dengan nomor laporan polisi LP/995/II/PMJ/Ditreskrimsus, tertanggal 22 Februari 2018.
Ada beberapa alasan Jack melaporkan Anies terkait penutupan Jalan Jatibaru. Salah satunya, karena hingga saat ini kebijakan itu belum memiliki payung hukum dalam penerapannya.
Keputusan itu juga mendapat respons dari berbagai kalangan karena dianggap sebagai kebijakan yang kontroversial dan bertentangan dengan peraturan yang berlaku, serta faktanya justru menimbulkan permasalahan baru. Bahkan, mengarah kepada dugaan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 Undang-undang Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan dengan ancaman pidana 18 bulan atau denda Rp 1,5 miliar.