KRIMINALITAS.COM, Jakarta - Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) menyebut, hukuman mati yang dimaksudkan untuk menghadirkan efek jera, dianggap tidak selaras dengan penegakan hukum. Padahal, seharusnya hukum merupakan sarana untuk obat bagi masyarakat yang menjadi pelaku kejahatan.
Ketua Divisi Pembelaan Hak Sipil dan Politik Kontras, Putri Kanesia mengungkapkan, beberapa terpidana mati terjebak dalam peradilan sesat.
Ia mencontohkan Yusman Telambuana, anak di bawah umur yang divonis mati terkait kasus pembunuhan berencana di Nias, Sumatera Utara.
Yusman dan kakak iparnya bernama Rusula Hia divonis mati dalam kasus pembunuhan berencana terhadap tiga orang, yakni Kolimarinus Zega, Jimmi Trio Girsang, dan Rugun Halolo 2012 lalu.
Putri menjelaskan, Yusma masih di bawah umur saat vonis mati dijatuhkan tahun 2013 silam. Selain itu, bocah yang tak bisa baca tulis ini juga dipaksa mengakui bahwa dirinya sudah cukup umur dengan diiming-imingi akan mendapatkan hukuman ringan. Namun bujukan itu justru mengantarkannya ke regu tembak.
"Saat proses penyidikan berjalan, dia tidak didampingi penasihat hukum yang mumpuni. Dia juga tidak mendapatkan penerjemah. Dia ini orang pelosok, tidak bisa bahasa Indonesia, hanya tahu bahasa Nias," kata Putri kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (8/10/2016).
Sejak 2015, Kontras telah melakukan advokasi pada kasus Yusman. Dari upaya tersebut, Kontras menemukan bahwa ada bukti baru atau novum yang menunjukkan bahwa Yusman masih di bawah umur atau baru berusia 16 tahun saat dijatuhi vonis mati 2013 lalu.
"Novum ini didapat dari hasil pemeriksaan radiologi forensik dari tim dokter Gigi Universitas Padjajaran Bandung pada 2015, dan menunjukkan Yusman berusia sekitar 18,4 tahun. Ini menunjukkan, saat vonis dia masih sekitar 16 tahun," ucap Putri.
Melihat fakta itu, Kontras menilai bahwa majelis hakim PN Gunungsitoli, Nias, Sumatera Utara telah melanggar Pasal 81 angka 6 UU No 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Dengan bukti itu, maka Kontras pun mengajukan upaya peninjauan kembali (PK) atas vonis mati Yusman.
"Saat ini, berkas PK sudah dikirimkan ke Mahkamah Agung (MA) untuk diproses," pungkasnya.