KRICOM - Prestasi-prestasi yang dibuat oleh Presiden RI Joko Widodo mungkin membuat masyarakat Indonesia kagum dengan pria asal Solo ini. Namun salah satu media asing justru menyebut Presiden Jokowi masih memiliki banyak 'cacat', tetapi sayangnya tak diangkat oleh media-media lokal.
Baru-baru ini, media Asia Times menyoroti sejumlah kebijakan-kebijakan Jokowi selama memimpin Negara Kesatuan Republik Indonesia. Lewat sebuah artikel yang ditulis John McBeth pada Selasa (23/1/2018) lalu, Asia Times menuding Jokowi kerap memainkan permainan tipu muslihat.
Di dalam tulisannya, McBeth menyorot soal negosiasi yang dilakukan antara Pemerintah Indonesia dengan Freeport McMoran Copper & Gold. Media-media di Indonesia memilih untuk memuji keberhasilan Jokowi dalam melakukan negosiasi sehingga Freeport setuju untuk menyerahkan 51 persen sahamnya kepada Pemerintah RI.
Namun bila dilihat lebih jauh lagi, ternyata belum ada kesepakatan antara Pemerintah Indonesia dengan Freeport terkait kesepakatan nilai jual saham dan pemegang manajemen perusahaan.
Untuk menyelesaikan hal tersebut, sambung McBeth, Pemerintah Indonesia pun sampai saat ini masih melakukan sebuah diskusi panjang dengan pihak Freeport.
Sejauh ini, setidaknya ada empat tenggat waktu yang diberikan pemerintah, semuanya didasarkan pada perpanjangan izin Freeport yang memungkinkannya untuk terus mengekspor konsentrat tembaga dari tambang Grasberg di Dataran Tinggi Papua.
Menolak izin tersebut jelas akan merugikan keuntungan perusahaan dan akan memangkas pendapatan pemerintah dan mungkin yang lebih penting, menyebabkan PHK besar-besaran yang dapat memicu kerusuhan di wilayah Papua yang saat ini sudah tidak stabil.
Pada beberapa pekan lalu, Pemerintah Indonesia telah menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) yang mengatakan bahwa pemerintah pusat akan menyerahkan 10 persen saham Freeport Indonesia ke Pemerintah Papua. Namun saham tersebut dikabarkan masih belum dibeli oleh pemerintah pusat.
McBeth memaparkan, fakta-fakta yang tersembunyi dari pantauan masyarakat umum bukanlah hal baru dalam pemerintahan rezim Jokowi. Menurutnya, masih banyak proyek-proyek yang sampai saat ini juga belum rampung akibat terbentur berbagai persoalan.
Salah satu contohnya adalah ketika Pemerintah Indonesia meluncurkan proyek kereta cepat jurusan Jakarta-Bandung. Proyek yang didukung oleh Pemerintah Cina dengan nilai yang mencapai US$ 5,8 miliar tersebut memperlihatkan ambisi Jokowi untuk mengebut proyek-proyek infrastruktur.
Namun proyek tersebut terhenti karena Pemerintah harus berurusan dengan kasus pembebasan lahan. Jokowi memang sempat menghadiri acara ground-breaking proyek ambisius tersebut pada Januari 2016, tetapi Menteri Perhubungan Ignasius Jonan lima hari kemudian justru mengumumkan penundaan proyek tersebut.
Diduga akibat pengumuman penundaan tersebut, Jokowi akhirnya memutuskan untuk memecat Jonan, tepatnya di bulan Juli 2016.
McBeth juga menilai Jokowi tak mampu belajar dari pengalamannya. Pasalnya di pertengahan tahun 2015, Jokowi kembali melakukan ground-breaking untuk proyek PLTU Batang, Jawa Tengah. Sayangnya ambisi Jokowi kembali menemui jalan buntu setelah para petani menolak menyerahkan tanahnya untuk pembangunan proyek pembangkit listrik tersebut.
Pada akhirnya, menurut McBeth, 'asap tipu daya' Jokowi akan menghilang dan masyarakat akan melihat realita yang tak sesuai dengan kenyataan.
Asia Times merupakan kantor berita yang berdiri di Bangkok, Thailand sejak 1995 silam dalam bentuk media cetak. Namun pada 1998, Asia Times memutuskan untuk berubah format menjadi media digital.
Tahun 2016, Asia Times melakukan peluncuran ulang dan menunjuk Uwe Parpart, salah seorang editor dan pengamat ekonomi veteran, menjadi Redaktur media tersebut.