KRICOM - Terpecahnya kelompok 212 menjadi tiga kubu dinilai sebagai akibat dari adanya politisasi agama. Akibatnya, tujuan yang tadinya mulia, kini berakhir dengan perpecahan.
Ketua Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak meminta agar tak ada kelompok yang melakukan politisasi keikhlasan umat melalui pelembagaan 212.
"Itu yang kami enggak bersepakat," kata Dahnil di Jakarta, Rabu (31/1/2018).
Dahnil menjelaskan, 212 adalah simbol keikhlasan umat atas peristiwa penistaan agama yang dilakukan mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Aksi tersebut dilaksanakan di Lapangan Monas, pada 2 Desember 2016, dengan menggelar doa bersama dan salat Jumat.
"Enggak ada kaitan politik apakah Anies harus menang pada saat itu. Enggak ada. Mereka datang karena sakit hati atas penistaan agama yang dilakukan Ahok," ujarnya.
Menurut Dahnil, gerakan 212 yang dibelokkan menjadi kepentingan politik melalui kemunculan alumni-alumni, justru membuat umat muslim terpecah. Lembaganya, kata Dahnil, sudah sejak awal mengimbau pada warga Muhammadiyah agar tidak perlu datang dalam reuni 212.
"Itu simbol saja dan jangan gunakan keikhlasan umat untuk kepentingan politik," katanya.
Oleh sebab itu, saat gerakan 212 dibelokkan menjadi kepentingan politik menjadi seperti saat ini dengan munculnya alumni 212, dia menilai itu yang menjadi masalah.
"Itu justru membuat umat terpecah," tuturnya.
Karena itu, sebagai pimpinan Pemuda Muhammadiyah, sejak adanya reuni 212 pun dia sudah mengimbau kepada anggotanya untuk tidak ikut-ikutan.