KRICOM - Muncul wacana Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Wacana ini muncul pasca serangkaian politik transaksional saat pencalonan sehingga banyak kepala daerah dari mulai Gubernur sampai Bupati, yang ditangkap KPK atas kasus korupsi.
Rupanya usulan Pilkada melalui DPRD ditolak mentah-mentah oleh Wakil Ketua Komisi II DPR, Mardani Ali Sera. Menurut dia, mengembalikan sistem pemilihan melalui DPRD tidak menyelesaikan masalah transaksi politik dan korupsi.
"Ya ini namanya menyelesaikan masalah tidak pada akarnya. Kalau genteng bocor kena sofa, menurut saya usulan ini cuma menggeser sofa. Tidak menyelesaikan masalah bocor di gentengnya," kata dia saat dihubungi wartawan, Sabtu (10/3/2018).
Mardani menerangkan, sistem pemilihan kepala daerah atau melalui pemilihan langsung, tidak salah. Kesalahan hanya terletak dari sifat koruptif itu sendiri.
Dia condong mempertahankan sistem Pilkada secara langsung. Lagipula pemilihan langsung, membuat posisi kepala daerah kuat dihadapan DPRD.
"Dia tidak harus bertanggungjawab pada DPRD, tidak bisa di-impeach, dan tidak bisa diganggu," tegasnya.
"Sekarang kebanyakan yang ketangkap ini rata-rata karena ngasih suap ke DPRD. DPRD minta uang suap. Kalau dikembalikan ke DPRD, itu namanya keluar mulut harimau masuk ke mulut buaya, enggak begitu. Kami tidak setuju," lanjut dia.
Menurut dia, negara hanya perlu memperbaiki sistem pemilihan langsung yang sekarang dipakai. Perbaikan itu, dimulai dengan menurunkan angka 20 persen sebagai prasyarat pencalonan kepala daerah.
Dia merasa, angka 20 persen memunculkan praktik transaksional. Disitu berpotensi memunculkan aksi jual perahu, demi memenuhi kuota 20 persen syarat pencalonan.
"Turunin 5 persen saja sudah, jangan ada 20. Supaya ada calon dari partai masing-masing. Jadi kerja keras, tidak perlu kita saling nyari duit," ungkap dia.
Memang, kata dia, dengan prasyarat 5 persen, akan memunculkan banyak kandidat dalam kontestasi Pilkada. Bahkan, tidak tertutup kemungkinan ada 10 kandidat dalam Pilkada.
"Lebih baik 10 pasang ketimbang dua pasang. Turunin ke 5 persen untuk pencalonan pilkadanya," pungkasnya.