KRICOM - Kecelakaan kerja dalam proyek infrastruktur Jalan Tol Becakkayu di kawasan Cawang, Jakarta Timur diduga kuat bukan hanya sekadar kelalaian.
Penyebab ambrolnya cetakan kepala tiang Jalan Tol Becakayu itu diduga karena kegagalan fungsi bracket (penyangga) sebagai penopang cetakan.
Dilansir dari Harian Kompas, kegagalan itu diduga antara lain akibat batang baja yang digunakan sebagai pengikat penyangga dikurangi, dari desain awal 12 batang menjadi 4 batang.
Masih dari Harian Kompas, berdasarkan dokumen Metode Improvement (Metode Perbaikan) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang diperoleh Kompas, desain eksisting pembuatan kepala tiang Tol Becakayu menggunakan 12 batang baja atau stress bar. Batang baja yang digunakan berdiameter 3,2 sentimeter atau 32 milimeter. Fungsi 12 batang baja adalah untuk mengikat atau menjepit penyangga.
Desain penggunaan 12 batang baja merupakan bagian perhitungan kemampuan penyangga dalam menopang beban material yang digunakan mencetak kepala tiang. Beban total pembuatan kepala tiang adalah 3.201,8 kilo-newtons atau sekitar 326 ton, yang merupakan agregasi bobot dari bracket, cetakan kepala tiang (bekisting), shoring (penyangga beton), bobot kepala tiang yang dicetak, termasuk para pekerja.
Jika jumlah batang baja dikurangi, ada kemungkinan kemampuan penyangga menopang beban hingga 326 ton bakal berkurang. Apalagi pengurangannya lebih dari 60 persen, dari 12 menjadi 4 batang baja.
PT Kresna Kusuma Dyandra Marga (KKDM) selaku pemilik proyek Tol Becakayu pun membenarkan hal tersebut.
Pemimpin proyek PT KKDM Herarto Startiono menyampaikan, saat cetakan kepala tiang ambrol, ditemukan jumlah batang baja yang dipasang pada bracket oleh PT Waskita hanya 4 batang.
”Waktu kejadian hanya 4 (batang baja atau stress bar) yang dipasang. Seharusnya 12 (batang baja atau stress bar),” ujarnya di Jakarta, Rabu (28/2/2018).
Selain itu, lanjutnya, dari temuan PT KKDM, ukuran batang baja yang dipasang juga di bawah standar spesifikasi teknis, yaitu berukuran 19-25 mm. Padahal, sesuai desain eksisting, batang baja yang digunakan untuk mengikat penyangga harus berukuran 32 mm.
”Yang ukuran 32 mm itu ada barangnya. Mereka (PT Waskita Karya) sudah tahu SOP (prosedur standar operasi), tapi kenapa dipasang yang ukurannya lebih kecil. Itu lagi dicari siapa yang memerintahkan. Kami sedang investigasi,” ujar Herarto.
Sementara itu, Presiden Joko Widodo membantah kecelakaan kerja dalam Proyek Tol Becakkayu karena jumlah material yang dikurangi dan tidak sesuai spesifikasi teknis.
"Gak, gak, gak, jangan membuat isu-isu seperti itu, baru saja tadi saya menelepon ke Menteri PU (Pekerjaan Umum) mengenai progress perkembangan Becakayu itu tidak ada pengurangan spesifikasi," kata Presiden Joko Widodo di pelabuhan dalam kawasan Java Integrated Industrial and Port Estate (JIIPE) di Gresik, Jawa Timur pada Jumat (9/3/2018), sebagaimana diberitakan Antara.
Presiden menegakan ada dua hal yang patut digarisbawahi yaitu kedispilinan dan pengawasan. "Pertama masalah kedisiplinan dalam bekerja, yang kedua ada pengawasan. Supervisi yang rutin untuk melihat mengecek, mengontrol, memonitor, itu paling penting di situ, kuncinya di dua hal ini saja," tambah Presiden.
Bila kedisplinan dan pengawasan itu tidak ada, menurut Presiden, misalnya lalai mengenakan sabuk pengaman atau sekrupnya yang dipasang 14 tapi hanya dipasang 7 maka akan terjadi kecelakaan kerja.
"Tadi kan sudah ada Komite Keselamatan Konstruksi, yang mengawasi itu dan saya sudah perintahkan juga pemilik proyek Waskita Karya, Wijaya Karya, PP (Pembangunan Perumahan), Adhi Karya semuanya agar direktur atau paling tidak manajer untuk keselamatan kerja artinya internal ada yang mengawasi," tegas Presiden.
Dalam kasus ini, penyidik Polres Jakarta Timur telah menetapkan dua orang sebagai tersangka terkait ambruknya tiang Tol Becakayu Jalan DI Panjaitan, Jakarta Timur yang menyebabkan tujuh pekerja terluka parah.
"Kami putuskan, dan kami tetapkan dua tersangka, yakni pengawas daripada proyek tersebut berinisial AA dan kepala pelaksana proyek berinisial AS," kata Kapolres Jakarta Timur Kombes Tony Surya Putra kepada wartawan, Selasa (27/2/2018).
Dia menuturkan, penetapkan dua tersangka itu setelah penyidik melakukan pemeriksaan terhadap 12 orang saksi, serta hasil penelitian Puslabfor Mabes Polri.
"Hasil pemeriksaan sekitar 12 saksi, kemudian hasil dari olah TKP (tempat kejadian perkara) Puslabfor terindikasi ada unsur kelalaian dan SOP (standar operasional prosedura) tidak dilakukan," jelasnya.