KRICOM - Selama kurun waktu bulan Januari hingga penghujung Februari 2018, Mabes Polri telah menangkap 10 orang tersangka kasus penyebaran hoax dan ujaran kebencian melalui media sosial.
Menurut keterangan Mabes Polri, pelaku ujaran kebencian sebagian besar menyasar tokoh-tokoh agama dan Presiden RI, sedangkan pelaku penyebaran hoax kerap memberitakan isu-isu terkait Partai Komunis Indonesia (PKI) dan penculikan terhadap ulama.
Kasubdit I Direktorat Siber, Direktorat II Ekonomi dan Khusus, Bareskrim Polri, Kombes Irwan Anwar mengungkapkan, kesepuluh pelaku ditangkap di sejumlah wilayah, mulai dari Bandung, Jakarta, Lampung, dan kawasan Provinsi Sumatera Utara.
Irwan juga memaparkan, saat ini pihaknya tengah mendalami apakah para pelaku beraksi sendirian atau mendapatkan perintah dari seseorang. "Namun dari 10 kasus yang telah diselidiki, tim siber tidak menemukan adanya hubungan dari tersangka dengan orang lain," jelasnya.
Selain itu, Irwan juga memberikan penjelaskan bahwa para tersangka diamankan karena menyebarkan ujaran kebencian kepada publik melalui media sosial, bukan lewat aplikasi berkirim pesan WhatsApp.
"Kalau di grup mungkin tidak masalah, misalkan ke sesama wartawan. Tetapi inikan ke publik, ini yang bahaya kalau kami biarkan," tutupnya.
Di kesempatan yang sama, salah seorang tersangka bernama Yadi Hidayat mengaku dirinya memang sengaja membuat berita terkait adanya penculikan terhadap para ulama. Ia beralasan, berita tersebut sebagai caranya untuk meningkatkan kewaspadaan masyarakat.
"Motivasi tidak ada apa-apa. Hanya untuk keamanan lingkungan, untuk kehati-hatian. Kalau tujuan enggak ada," katanya.
Yadi mengaku termotivasi setelah ia mendengar adanya kasus penculikan terhadap seorang ustaz di televisi. "Dibagikan di grup dan dibagikan ke akun Facebook saya," tutupnya.
Saat ini para tersangka akan dijerat oleh pihak kepolisian dengan UU tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Nomor 11/2008.