KRICOM - Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang tengah dibahas di DPR menjadi sorotan. Salah satunya terkait penyiaran berita oleh insan pers.
Pakar Hukum Pidana Abdul Fickar Hadjar mengungkapkan, RKUHP bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.
"Sehingga harus dibatalkan semua yang menyangkut pers," ujarnya kepada Kricom.id, Rabu (14/2/2018).
Dia menjelaskan, terkait klausul menyiarkan berita bohong atau tidak pasti atau tidak lengkap, terancam pidana penjara empat tahun berpotensi dinterpretasi luas dan karet.
"Ini yang bertentangan dengan UU Pers. seharusnya masalah pers diselesaikan melalui Dewan Pers, lembaga yang nemutuskan etika jurnalis. Demikian juga ada hak jawab dalam pemberitaan, pidana pers itu last resort," jelasnya.
Seperti diketahui, kebebasan pers mulai dibelenggu dengan adanya Pasal 285 draf Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) 5 Februari 2018. Dalam pasal itu tertulis jurnalis yang menulis berita bohong bisa di penjara maksimal empat tahun.
Sementara pasal 305 huruf d mengancam pidana dengan klausul menghina persidangan (contempt of court) jika mempublikasikan segala sesuatu yang dapat mempengaruhi hakim dalam persidangan. Hal ini berlaku jika berita yang dibuat merupakan rahasia negara, maka dikenai pidana penjara 2 tahun.