KRICOM - Dewan pers menanggapi Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang saat ini dibahas di DPR. Menurut Wakil ketua Dewan Pers, Ahmad Jauhar, terdapat beberapa pasal dalam RKUHP yang bisa membungkam kebebasan pers.
"UU pers kan memang lex specialis (khusus) dan selama ini sudah dijalankan dengan cukup konsisten. Kecuali memang para pembuat peraturan (DPR) ingin negeri ini mundur ke era kolonialisme yang antidemokrasi dan ingin adanya kekuasaan absolut dan tidak mau dikritik," kata Ahmad ketika dihubungi Kricom, Jumat (16/2/2018).
Ia pun menyayangkan adanya pasal-pasal dalam RKUHP yang cenderung 'memenjarakan' kebebasan pers yang saat ini dianggap sudah terbangun dengan baik.
"Sayangnya, pencapaian demokratisasi yang kita lakukan selama ini, terutama pascareformasi harus diharubirukan untuk hal-hal yang cenderung otoriter dan lebih tepat (dijalankan) di era kolonialisme," jelasnya.
Di sisi lain, ia menyarankan kepada DPR agar tak serampangan dalam membuat aturan. Harus ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan bagi para wakil rakyat dalam membuat aturan.
"Sebaiknya DPR memperhatikan ketentuan dalam UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers karena itu dirancang untuk menjamin kebebasan pers dan mendukung demokratisasi di negeri ini," tegasnya.
Sependapat dengan Ahmad, Ketua Komisi Hukum Dewan Pers, Jimmy Silalahi dengan tegas menolak RKUHP karena dianggap sebagai kemunduran dalam berdemokrasi, khususnya untuk kebebasan pers. Dewan pers juga akan segera menindaklanjuti penolakan ini kepada parlemen.
"Kemarin Dewan Pers sudah bertemu dengan semua komponen pers, akademisi, perwakilan masyarakat, dan pakar hukum. Kami akan buat pointers dan bersurat ke parlemen terkait itu," ujar Jimmy.
Belakangan, RKUHP yang tengah dibahas di legislatif menjadi sorotan. Bahkan beberapa pasal dianggap bertentangan dengan UU Pers. Seperti halnya dalam Pasal 285, Pasal 304 huruf D, dan Pasal 494 ayat 1 dan 495 ayat 1 .
Pasal 285 berbunyi: jurnalis yang menulis berita bohong dapat dipenjara maksimal enam tahun. Pasal 304 huruf D yang mengancam pidana klausul menghina persidangan jika mempublikasikan segala sesuatu yang dapat memengaruhi hakim dalam persidangan. Serta Pasal 494 ayat 1 dan 495 ayat 1 yang menyatakan bila pemberitaan yang dibuatnya merupakan rahasia negara dikenai pidana penjara dua tahun.
(Ryhna Aryadita)