KRICOM - Disahkannya Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (UU MD3) merupakan salah satu bentuk itikad buruk DPR. Pasalnya sejak dilantik, DPR selalu erat dengan anggapan soal 'bagi-bagi jatah kursi'.
Hal tersebut diutarakan oleh Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus. Selain itu menurutnya, DPR kini juga telah mengembangkan isu ke arah substantif demokrasi dengan mengeluarka kebijakan-kebijakan yang membatasi kebebasan dalam berekspresi dan penyampaian pendapat.
"Ketika DPR mengembangkan isunya ke soal-soal substantif demokrasi, ini merupakan masalah serius. Ini juga menunjukkan itikad yang sangat buruk dari pembuat undang-undang," ujarnya ketika ditemui di Cikini, Jakarta Pusat, pada Sabtu (17/2/2018).
Selain memiliki itikad yang buruk, Lucius mengatakan bahwa DPR juga bersikap licik karena membahas pembatasan berekspresi dan pembungkaman berpendapat secara diam-diam.
"Ketika mereka mau membicarakan sesuatu yang terkait dengan kepentingan publik, terkait dengan hak asasi untuk menyatakan pendapat, mereka malah tidak mau melibatkan rakyat dalam sesi pembicaraan. Inikan licik," sambungnya.
Selain itu, UU MD3 ini juga dinilai sebagai gerakan mundur yang dibuat oleh DPR. Menurutnya, di saat DPR seharusnya lebih mengurusi kepentingan rakyat, mereka justru terkesan melawan arus.
"Di saat harus memaksimalkan kesejahteraan rakyat, mereka justru masih mengurus hal remeh yang kaitannya dengan kenyamanan sebagai seorang pejabat," pungkasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, UU MD3 memiliki beberapa pasal yang menimbulkan kontroversi. Salah satunya pasal 122 huruf K yang dianggap dapat membungkam kebebasan berekspresi dan berpendapat dari masyarakat.
(DITA)