KRICOM - Beberapa hari sebelum Presiden Joko Widodo (Jokowi) mendarat di Afghanistan, terjadi sebuah insiden pengeboman yang menewaskan 103 orang di Ibu Kota Afghanistan, Kabul. Namun ternyata kondisi tersebut tak membuat Jokowi gentar.
Saat melakukan kunjungan ke negara yang masih dilanda konflik berkepanjangan tersebut, Jokowi menolak untuk mengenakan perlengkapan pengamanan, khususnya rompi antipeluru. Hal itu diutarakan oleh Juru Bicara Presiden, Johan Budi SP.
"Yang saya dapat dari perbincangan di grup yang ikut rombongan, itu tadi disiapkan pengamanan-pengamanan itu. Tapi Presiden rompi juga nggak mau pakai," ujar Johan dari kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Selasa (30/1/2018).
Johan memaparkan, Jokowi bahkan tak mengenakan rompi antipeluru saat melakukan kunjungan ke salah satu pasar di Afghanistan. "Pas kunjungan itu enggak pakai. Ke pasar juga kalau enggak salah," kata Johan.
Kehadiran Jokowi di Kabul, Afghanistan, dilakukan dalam situasi keamanan yang tidak kondusif di negara tersebut. Dalam pertemuan bilateral dengan Presiden Ashraf Ghani, Jokowi mendorong terciptanya perdamaian di tengah masyarakat Afghanistan.
Atas sikapnya yang berani tersebut, Jokowi dianugerahi penghargaan 'Medal of Ghazi Amanullah' yang merupakan medali tertinggi di Afghanistan oleh Presiden Ashraf Ghani.
Keberanian Jokowi turut mengingatkan kita kepada sosok Presiden kedua RI, Soeharto. Saat melakukan kunjungan kenegaraan ke Bosnia-Herzegovina pada tahun 1995, Soeharto juga enggan menggunakan perlengkapan pengamanan.
Seperti dituturkan buku 'Pak Harto The Untold Stories', Soeharto saat itu akan melanjutkan perjalanan ke Sarajevo, ibu kota Bosnia-Herzegovina usai bertemu Presiden Kroasia Franjo Tudjman di Zagreb. Mengingat gentingnya situasi keamanan di negara tersebut, PBB bahkan tak mau bertanggung jawab jika suatu hal menimpa Soeharto saat berada di Sarajevo.
Saat itu, menurut kesaksian Komandan Grup A Pasukan Pengaman Presiden, Kolonel Sjafrie Sjamsoeddin, Soeharto tak mau mengenakan helm baja dan rompi antipeluru seberat 12 kilogram. Pak Harto tetap menggunakan jas dan kopiah.
"Pak Harto turun dari pesawat dan berjalan dengan tenang. Melihat Pak Harto begitu tenang, moral dan kepercayaan diri kami sebagai pengawalnya pun ikut kuat, tenang, dan mantap. Presiden saja berani, mengapa kami harus gelisah?" beber Sjafrie.