Kricom - Bung Karno pernah berpesan agar kita jangan melupakan sejarah. Ya, sejarah Indonesia sangat lekat dengan jasa-jasa para pahlawan nasional yang sudah memperjuangkan kemerdekaan bangsa ini.
Perjuangan kemerdekaan tak hanya ditempuh melalui jalan pertempuran. Seperti yang dilakukan seorang komponis bernama Wage Rudolf Soepratman. Beliau menyuarakan perjuangan kemerdekaan melalui karya-karyanya, di antaranya adalah lagu 'Ibu Kita Kartini' dan 'Indonesia Raya'. Tapi, kenalkah kamu akan sosok WR Soepratman?
Wage Soepratman lahir di kota Purworejo, Jawa Tengah. Tanggal lahir musisi yang juga seorang jurnalis ini sempat menjadi perdebatan. Ada yang menyebut, Wage Soepratman lahir pada 9 Maret 1909. Namun ada juga pihak yang meyakini Wage lahir di tanggal 19 Maret 1909, termasuk dari pihak keluarga.
Namun, terlepas dari kontroversi tanggal lahir tersebut, tanggal lahir Wage yang kini diabadikan sebagai Hari Musik Nasional ditetapkan pada tanggal 9 Maret 1909.
Pada tahun 1914, kakak perempuan Wage yang bernama Roekijem pindah ke Makassar mengikuti suaminya, Willem van Eldik yang berdinas sebagai tentara KNIL. Wage pun diajak ikut serta dan disekolahkan di sana. Willem kemudian memberi tambahan nama Rudolf kepada Wage.
Kesukaan Willem dan Roekijem pada musik rupanya menular pada Wage. Wage banyak belajar soal musik dari kakak iparnya. Hingga akhirnya, pada tahun 1920, Wage membentuk grup band bernama Black & White. Band yang rajin manggung di Makassar ini disebut-sebut sebagai pelopor aliran musik Jazz di Indonesia.
Band Black and White bentukan WR Soepratman (zeigon.blogspot.co.id)
Pada 1924, Wage meninggalkan Makassar untuk merantau ke Bandung. di Kota Kembang tersebut, Wage justru tertarik berkecimpung di dunia jurnalistik. Di sana, dia bekerja sebagai wartawan di surat kabar Kaoem Moeda, kemudian pindah ke surat kabar Sin Po.
Wage sempat menulis beberapa buku, salah satunya berjudul 'Perawan Desa'. Buku ini kemudian dilarang beredar oleh pemerintah Kolonial Belanda lantaran dianggap menghina Belanda.
Masih di tahun yang sama, Wage membaca sebuah artikel di majalah Timbul yang isinya menantang ahli-ahli musik Indonesia untuk menciptakan lagu kebangsaan. Wage menjawab tantangan tersebut dengan menciptakan lagu Indonesia Raya.
Hasil karya Wage tersebut menuai kesuksesan. Lagu Indonesia Raya kemudian diperdengarkan kepada publik untuk pertama kali di deklarasi Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Sejak saat itu, nama Wage semakin terkenal. Apalagi, di tahun 1929, lagu Indonesia Raya disebarluaskan ke masyarakat melalui piringan hitam.
Diorama WR Soepratman memainkan lagu Indonesia Raya (www.merdeka.com)
Tak sampai di situ, Wage terus berkarya menghasilkan lagu-lagu bernuansa nasionalis. Ini membuat dirinya diawasi oleh pemerintahan kolonial. Hingga akhirnya pada Agustus 1938, usai menyiarkan lagu Matahari Terbit ciptaannya di radio NIROM, Surabaya, Wage ditangkap oleh polisi Hindia Belanda.
Wage kemudian dijebloskan ke penjara Kalisosok, Surabaya. Tak lama setelah ditahan di sana, Wage menderita sakit hingga akhirnya meninggal dunia di usia muda pada tanggal 17 Agustus 1938.
Penjara Kalisosok, tempat WR Soepratman menghembuskan nafas terakhir (jelajah-nesia.blogspot.co.id)
Untuk mengabadikan perjuangan Wage melalui karya-karya seninya, Persatuan Artis Penyanyi, Pencipta Lagu, dan Pemusik RI (PAPPRI) pada tahun 2003 mengusulkan agar tanggal lahir Wage dijadikan sebagai Hari Musik Nasional.
Butuh waktu lama untuk mewujudkan usulan tersebut. Tanggal 9 Maret sebagai Hari Musik Nasional baru diresmikan presiden SBY pada tahun 2013 melalui Keputusan Presiden Nomor 10 Tahun 2013.
Diharapkan dalam peringatan Hari Musik Nasional ini, masyarakat dapatn lebih menghargai karya musik anak bangsa serta dapat melestarikan musik khas Indonesia.