Kricom - Tepat hari ini 13 tahun lalu, 26 Desember 2004, dunia yang tengah menghitung hari dalam menyambut pergantian tahun dikejutkan oleh sebuah gempa dahsyat yang berpusat di Samudra Hindia.
Gempa berkekuatan 9,1 - 9,3 SR itu menimbulkan gelombang tsunami yang menerjang berbagai wilayah di Asia dan pesisir timur Afrika. Aceh, provinsi paling ujung barat dari Indonesia menjadi salah satu wilayah yang terdampak hantaman gelombang raksasa tersebut.
Gelombang yang tingginya diperkirakan mencapai 30 meter tersebut menghantam pesisir barat Aceh. Sementara di Aceh bagian utara diterjang tsunami setinggi 6-12 meter. Jutaan liter air laut merangsek ke daratan, memporak porandakan apapun yang menghalangi jalannya.
Sekitar 126.000 orang dinyatakan meninggal dunia dalam peristiwa tersebut. Sementara, lebih dari 25.000 orang mengalami luka-luka, 93.000 hilang, dan 125.000 orang kehilangan tempat tinggal. Tsunami dahsyat tersebut tercatat sebagai salah satu bencana alam terbesar di abad 21.
Bencana maha dahsyat ini mengundang reaksi dunia internasional. Bantuan kemanusiaan digelontorkan oleh berbagai negara di dunia. Masyarakat eropa menggelar aksi mengheningkan cipta di berbagai kota besar sebagai ungkapan rasa simpati dan prihatin mereka terhadap para korban.
Tsunami Aceh juga membuka mata Indonesia mengenai pentingnya peringatan dini bahaya bencana alam. Hal ini tidak bisa dilepaskan dari kenyataan bahwa pada waktu itu, kesiagaan pemerintah dan masyarakat dalam menghadapi bencana alam masih sangat rendah.
Merespon hal tersebut, pemerintah mulai membangun sistem peringatan dini di berbagai daerah yang dianggap berpotensi tsunami. Masyarakat pun mulai mendapatkan edukasi tentang tanda-tanda akan terjadinya tsunami.
Tak sampai di situ saja, pemerintah kemudian mengesahkan UU No.27 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana, kemudian disusul pembentukan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setahun kemudian.
Kepala Perwakilan Bank Dunia Stefan Koeberle juga angkat bicara mengenai hal ini. Dirinya menyebut program pemulihan, pembangunan, dan ketahanan yang dilakukan masyarakat Aceh pasca tsunami, menjadi kunci pelajaran bagi negara lain. "Nantinya, pelajaran ini akan menjadi titik dasar yang digunakan bangsa-bangsa lain di dunia saat bencana menerjang."