KRICOM - Pakar Hukum Pidana Abdul Fickar Hadjar menilai tidak ada pelanggaran yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas beredarnya dokumen Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) atas nama Setya Novanto.
Menurutnya, SPDP telah menjadi konsumsi publik bila memang sudah dikeluarkan lembaga antirasuah.
"Karena surat tersebut sudah beredar ke luar. Paling tidak ada dua pihak, yakni JPU atau tersangka. Jadi menurut saya tidak ada istilah bocor karena dimulainya suatu penyidikan itu bukan rahasia, melainkan hak masyarakat atas informasi publik," kata Fickar saat dihubungi wartawan, Rabu (8/11/2017).
Terlebih, lanjut Fickar, KPK telah mengakui ada penyidikan dan tersangka baru dalam kasus e-KTP meski hingga saat ini lembaga antirasuah itu masih enggan menyebut siapa pelakunya.
Terkait hal itu, Fickar mengatakan bahwa tak ada batasan waktu bagi KPK untuk merilis nama tersangka yang ditetapkannya.
Kata dia, KPK berhak kapan saja mengumumkan nama tersangka. Hal itu mengacu pada Pasal 109 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
"Di Pasal 109 1 KUHAP tidak diatur tenggat waktunya dan hanya diberitahukan kepada JPU, setelah putusan MK paling lambat 7 hari sejak dimulainya penyidikan (ada atau belum ada nama tersangkanya)," kata Fickar.
Sebelumnya, Juru Bicara KPK, Febri Diansyah membenarkan adanya sprindik baru dalam kasus e-KTP yang dikeluarkan sejak 31 Oktober lalu.
"Jadi ada surat perintah penyidikan di akhir Oktober untuk kasus KTP elektronik ini. Itu sprindik baru. Dan ada nama tersangka," ujar Febri di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (7/11/2017).