KRICOM - Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia (lima), Ray Rangkuti meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera mengumumkan secara resmi nama tersangka baru dalam kasus korupsi pengadaan e-KTP.
Hal itu bertujuan untuk meredam berbagai spekulasi yang berkembang belakangan ini. Pasalnya, sejak Senin (6/11/2017) lalu, telah beredar dokumen Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang menyebutkan bahwa status Setya Novanto merupakan tersangka kasus yang merugikan negara Rp 2,3 triliun itu.
"Agak heran juga. Karena sejauh ini beredar secara luas bahwa SN (Setya Novanto) sudah jadi tersangka lagi. Tapi karena belum ada keterangan secara resmi maka menimbulkan keraguan," kata Ray usai diskusi di D'Hotel, Guntur, Jakarta Selatan, Rabu (8/11/2017).
Oleh sebab itu, Ray meminta lembaga antirasuah itu mengumumkannya secara resmi tersangka barunya kepada publik. Ia meminta KPK melakukan hal yang lazim dilakukannya ketika menetapkan seseorang sebagai tersangka. Yakni, dengan langsung menggelar konferensi pers.
"Karena ini menyangkut kepastian hukum. Apalagi, isu ini kan sudah fenomenal," tuturnya.
Menurutnya, jika KPK terlalu lama bersikap pragmatis akan berdampak buruk bagi penilaian masyarakat kepada lembaga yang dipimpin Agus Rahardjo ini. Sebab, hal itu jelas bertentangan dengan ekspektasi publik yang amat besar kepada KPK.
"Kalau KPK seperti ini publik jadi bertanya-tanya lagi apakah KPK ini sekuat yang dibayangkan apa tidak," kata Ray.
Sebaliknya, lanjut Ray, bila KPK berani dengan mantap mengumumkan nama tersangka barunya, hal itu akan membuat publik bersimpati. Dukungan kepada lembaga antirasuah itu pun dipastikan akan semakin membesar.
"Dan supaya publik bisa melakukan sesuatu. Misalnya, apakah mendorong KPK agar langsung menahan SN, mengingat kemarin kan(penetapan tersangka pertama) ada praperadilan," tutupnya.
Sekedar informasi, dalam SPDP yang beredar disebutkan bahwa Setnov diduga melakukan korupsi bersama-sama Anang Sugiana Sudiharjo, Andi Agustinus alias Andi Narogong serta Irman selaku Direktur Jenderal Kependudukan Kemendagri dan Sugiharto selaku penjabat pembuat komitmen Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri.
Atas dugaan tindak pidana korupsi tersebut, ia disangkakan dengan Pasal 2 ayat 1 subsider Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 20 tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.