KRIMINALITAS.COM, Jakarta - Salah satu jemaah haji, Muhammad Sholeh mengajukan uji materi atas tiga pasal dalam Undang-Undang Nomor 34 tahun 2014 tentang Investasi Dana Haji ke Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (9/8/2017).
Adapun pasal yang diuji materi, yakni Pasal 24 huruf a, Pasal 46 ayat 2 dan Pasal 48 ayat 1. Dari ketiga pasal itu, pemerintah dimungkinkan untuk mengelola dana haji ke dalam bentuk investasi.
Terkait hal tersebut, dengan tegas, Sholeh menyatakan ketidaksetujuannya atas rencana investasi dana haji. Terlebih, dia telah menyetor dana awal haji sebesar Rp 25 juta.
"Dalam investasi bentuk apapun saya tidak setuju," tegasnya saat ditemui usai mengajukan uji materi di Gedung MK, Jakarta Pusat.
Uang sebesar Rp 25 juta itu telah disetor Sholeh sebagai dana haji ke kantor Kementerian Agama di Sidoarjo, Jawa Timur, pada 13 Februari 2008.
Memang, kata dia, sudah dikirimkan surat dari Kementerian Agama pada 2 Februari 2017 perihal pengumpulan lembar setoran awal sebagai prosedur pemberangkatan haji tahun ini.
Namun, Sholeh urung mengisi lembaran tersebut. Mengingat pada tahun 2011, dia sudah berangkat haji dengan menggunakan Ongkos Naik Haji (ONH) plus.
"Untuk yang porsi ONH biasa, saya menunggu berbarengan pemberangkatan istri yang diperkirakan tahun 2019," ungkapnya.
Oleh sebab itu, ia menganggap pemerintah tidak berhak menggunakan dana haji untuk investasi karena tidak adanya Akad Wakalah ketika Sholeh menyetor dana haji pada 2008.
Akad Wakalah, yakni pelimpahan kekuasaan oleh seseorang sebagai pihak pertama yaitu calon jemaah haji kepada orang lain sebagai pihak kedua dalam hal ini BPKH.
Berikut isi pasal yang diuji materi:
Pasal 24 huruf a:
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, BPKH berwenang, menempatkan dan menginvestasikan Keuangan Haji sesuai dengan prinsip syariah, kehati-hatian, keamanan, dan nilai manfaat.
Pasal 46 ayat 2:
Keuangan haji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditempatkan dan/atau diinvestasikan.
Pasal 48 ayat 1
Penempatan dan/atau investasi keuangan haji dapat dilakukan dalam bentuk produk perbankan, surat berharga, emas, investasi langsung dan investasi lainnya.