KRICOM - Bahaya hoax dan ujaran kebencian terbukti telah menyebabkan konflik horizontal di tengah masyarakat. Bahkan seiring perkembangan zaman, hoax atau berita bohong makin beragam.
Menurut Kepala Departemen Ilmu Komunikasi Fisipol UGM, Kurkrisdo, setidaknya ada tiga tipe pelaku yang kerap menyebarkan berita bohong.
“Pertama, mereka yang memiliki tujuan politik. Kedua, mereka yang memiliki tujuan komersil dan yang ketiga adalah mereka yang hanya avonturir (petualang politik) saja,” tutur Kurkrisdo saat acara diskusi di Bakoel Koffie, Jalan Cikini Raya, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (14/3/2018).
Kuskridho memaparkan, kelompok yang pertama dan kedua reproduksinya tinggi dan sistematik. Kelompok tersebut memiliki tujuan dan ingin mendapat keuntungan. Sedangkan pelaku hoax avontutir bersifat individual dan sporadik, biasanya tak punya informasi lengkap.
Sementara itu, Sosiolog UGM, Arie Sujito menilai hoax telah terbukti menjadi penyebab konflik horizontal di masyarakat. Hoax juga mengancam kualitas demokrasi Indonesia.
"Perluasan distrust (kehilangan kepercayaan) menciptakan keresahan publik, dan masyarakat kian susah membedakan informasi benar dan salah. Dari sanalah kemarahan dan konflik sosial bisa mengemuka karena hoax," ujar Arie.
Arie mengimbau agar publik berhati-hati akan maraknya berita bohong menjelang Pemilihan Presiden 2019. Jika tidak ada yang menghentikan hoax ia khawatir demokrasi di Indonesia akan semakin berbahaya.
"Karenanya kita mendorong dan percaya pihak kepolisian bisa membongkar pelaku, pendana, bahkan aktor intelektual hoax. Selain itu kita juga harus melakukan penyadaran melalui kampanye dan berbagai literasi digital agar sebaran hoax tidak membahayakan di masa depan," jelas Arie.