KRICOM - Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Kiagus Ahmad Badaruddin menyebut pendanaan teroris di Indonesia cukup sulit dideteksi.
Salah satu penyebabnya karena dana berasal dari aktivitas bisnis yang kecil dan biasanya orang yang memberi tidak sadar telah membantu pendanaan terorisme.
"Ada macam-macam kesulitan. Teroris itu sumber pendanaannya itu berasal dari bisnis kecil-kecil, seperti jual pulsa, perbaikan komputer," papar dia kepada wartawan di Jakarta, Selasa (16/1/2018).
Adapula faktor pendanaan terhadap kegiatan teror namun berbentuk suatu kegiatan keagamaan di Indonesia.
"Misalnya, mohon maaf ya ada suatu kelompok agama, nyumbang terus mereka ini bisa saja dia nggak tahu. Kemudian digunakan sebagian untuk oknum yang melawan hukum, kami harus hati-hati karena ada juga memang yang benar sumbangannya untuk kegiatan positif," imbuhnya.
Aktivitas terorisme selama tahun 2017 tergolong menurun. Hal ini tak lepas dari jumlah transaksi keungan mereka yang cenderung menurun.
Sementara itu, Wakil Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Dian Ediana Rae menduga, turunnya aktifitas pendanaan itu lantaran setiap pelaku teror bisa membuat bahan peledak dengan biaya murah.
"Yang sifatnya pembiayaan terorisme tidak perlu mahal, bikin bom murah, apalagi pola terorisme bisa nabrakin kendaraan, kemudian masalah inisiatif pribadi, lone wolf. Kalau orang percaya sesuatu benar bisa melakukan apa saja," tutup Dian.