KRICOM - Cabang olahraga sepak bola memang tak bisa lepas dari masalah keributan suporter. Fanatisme yang kelewat tinggi terkadang membuat para pendukung tim sepak bola kebablasan. Mereka kerap melakukan aksi-aksi brutal.
Seperti yang terjadi di gelaran final Piala Presiden 2018 beberapa waktu lalu. Sejumlah oknum pendukung Persija Jakarta yang kita kenal dengan sebutan Jakmania melakukan perusakan Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK). Padahal, stadion terbesar di Indonesia tersebut baru saja selesai direnovasi dalam rangka menghadapi Asian Games 2018 Agustus mendatang.
Enggak cuma di Indonesia, kerusuhan suporter sepak bola ternyata juga sering terjadi di negara-negara lain di dunia. Tak sedikit dari kericuhan tersebut yang menyebabkan hilangnya puluhan, bahkan ratusan nyawa.
Kali ini, Kricom akan mengulas kerusuhan-kerusuhan suporter yang terjadi di berbagai negara.
1. Peru vs Argentina, 1964
Foto: www.goal.com
Tim Nasional Peru menghadapi Argentina pada 24 Mei 1964 di ajang Pra-Olimpiade. Pertandingan yang digelar di kota Lima tersebut berakhir dengan kericuhan.
Argentina saat itu sedang memimpin 1-0 ketika wasit menganulir sebuah gol yang dicetak pemain Peru di menit-menit akhir pertandingan. Keputusan pengadil tersebut memicu emosi para suporter Peru.
Ribuan penonton merangsek ke tengah lapangan. Hal ini memicu reaksi represif dari aparat kepolisian yang menjaga pertandingan tersebut. Bentrokan pun tak terelakkan.
Kerusuhan berlanjut hingga ke luar stadion. Massa yang mengamuk secara brutal membakar beberapa bangunan dan mobil di sekitar stadion. Tak hanya perusakan, perusuh juga melakukan pencurian terhadap mobil-mobil yang terparkir di sekitar stadion.
Lebih dari 300 orang meninggal dalam insiden tersebut. Mirisnya, sebagian dari mereka meregang nyawa lantaran tergencet dan terinjak saat berdesakan untuk keluar dari stadion.
2. Hearts of Oak vs Asante Kotoko, 2001
Foto: www.wantedinafrica.com
Kerusuhan selanjutnya terjadi di benua Afrika, tepatnya di sebuah pertandingan liga utama Ghana antara klub sepak bola Hearts of Oak melawan Asante Kotoko yang berlangsung di kota Accra pada tahun 2001.
Ketinggalan satu gol terlebih dulu, Hearts of Oak berhasil membalikkan keadaan dengan mencetak dua gol di menit-menit akhir pertandingan. Hal ini membuat marah para pendukung Asante Kotoko. Mereka kemudian berbuat kekacauan dengan melemparkan berbagai macam benda ke lapangan.
Polisi merespon hal ini dengan mengunci gerbang stadion dan menembakkan gas air mata ke arah penonton yang rusuh. Penonton yang terjebak di dalam stadion menjadi panik. Mereka terlibat saling dorong di depan gerbang stadion yang tertutup rapat.
Akibatnya fatal. Sebanyak 126 orang meninggal dunia dalam insiden ini. Sebagian besar mati lemas karena kekurangan oksigen. Parahnya, petugas yang melakukan evakuasi korban tidak memisahkan antara korban meninggal dengan mereka yang hanya pingsan. Bahkan, ada satu korban yang sudah dimasukkan ke kamar mayat, padahal dia sebenarnya masih hidup. Kacau ya.
3. Al-Masry vs Al-Ahly, 2012
Foto: www.nytimes.com
Masih dari benua Afrika, kerusuhan suporter juga pernah menodai persepakbolaan Mesir dalam sebuah pertandingan liga lokal Mesir antara kesebelasan Al-Masry melawan Al-Ahly. Pertandingan tersebut berlangsung di kota Port Said pada 1 Februari 2012 lalu.
Sejak awal pertandingan, suporter Al-Masry memang sudah berulah. Pertandingan sempat tertunda sampai setengah jam lantaran para suporter turun ke lapangan. Bahkan saat pertandingan memasuki turun minum, dan ketika pemain Al-Masry mencetak gol, para fans bandel ini kembali memasuki lapangan pertandingan.
Pertandingan dimenangkan Al-Masry dengan skor 3-1. Setelah wasit meniup peluit panjang tanda berakhirnya pertandingan, ribuan pendukung Al-Masry kembali memasuki lapangan, berusaha menyerang pemain dan ofisial Al-Ahly. Sebagian suporter Al-Masry yang masih berada di tribun penonton melempari mereka dengan botol dan petasan. Beruntung, berkat pengawalan polisi, pemain dan ofisial Al-Ahly berhasil lolos dari maut, meskipun beberapa di antaranya menderita luka-luka.
Suporter Al-Masry kemudian melampiaskan kebrutalan mereka kepada pendukung Al-Ahly. Dengan beringas, mereka menyerang pendukung lawan. Para suporter Al-Ahly tak bisa berbuat apa-apa lantaran kalah jumlah.
Ditambah lagi, penyelenggara pertandingan tak segera membuka pintu stadion hingga menyebabkan para suporter Al-Ahly gagal menyelamatkan diri. Bahkan, aparat yang menjaga jalannya pertandingan pun terkesan tak bisa berbuat apa-apa untuk mencegah kerusuhan tersebut.
Akibatnya sungguh tragis. Sebanyak 74 orang tewas dan lebih dari 500 orang terluka dalam pembantaian tersebut. Dari 74 korban tewas, 72 di antaranya pendukung Al-Ahly, 1 orang petugas polisi, dan 1 orang merupakan suporter Al-Masry.
Sebagian besar korban tewas lantaran ditusuk menggunakan senjata tajam dan dipukuli sampai mati. Sisanya meregang nyawa lantaran kekurangan oksigen akibat berdesakan saat mencoba keluar dari stadion nahas tersebut.
4. Liverpool vs Juventus, 1985
Foto: www.mirror.co.uk
Persepakbolaan Inggris memang sangat lekat dengan perilaku militan para suporternya. Eksistensi fans fanatik yang dikenal dengan sebutan hooligan ini sudah mendunia. Bukan tanpa sebab, para hooligan ini memang kerap menjadi biang kerusuhan.
Salah satu ulah hooligan yang menimbulkan kerusakan parah adalah ketika Liverpool berhadapan dengan Juventus di pertandingan Piala Champions (sekarang Liga Champions) pada 29 Mei 1985 di stadion Heysel, Brussel, Belgia.
Peristiwa berdarah yang dikenal dunia dengan sebutan Heysel Stadium Disaster ini berawal dari saling ejek antara pendukung Liverpool dan Juventus di dalam stadion.
Tiba-tiba, sekitar satu jam sebelum pertandingan dimulai, sekelompok hooligan Liverpool menerobos pagar pembatas antara kedua kelompok tersebut dan menyerang suporter Juventus. Penonton yang panik berlari menuju sebuah tembok pembatas kemudian memanjatnya.
Kejadian tragis pun datang secara tiba-tiba. Dinding pembatas tersebut roboh hingga menimpa kerumunan penonton yang berada di sekitar dinding tersebut. Akibatnya, sebanyak 39 orang meninggal dunia dan lebih dari 600 orang menderita luka-luka.
Insiden ini membuat persepakbolaan Inggris terkena getahnya. Seluruh tim yang berasal dari Inggris dilarang untuk mengikuti kejuaraan internasional selama 5 tahun lamanya.
Tuh, gara-gara ulah suporter, jadi panjang kan urusannya.
5. Liverpool vs Nottingham Forrest, 1989
Foto: www.spike-online.com
Sekitar empat tahun berselang, hooligan Liverpool kembali tertimpa musibah, tepatnya di ajang semifinal piala FA 1989 antara Liverpool melawan Nottingham Forest yang digelar di Stadion Hillsborough, Sheffield pada 15 April 1989.
Kelalaian penyelenggara pertandingan menyebabkan fans Liverpool yang membludak berdesakan ketika hendak memasuki stadion. Saling dorong pun tak terelakkan, bahkan berkembang menjadi kericuhan.
Insiden tersebut menewaskan 96 orang. Salah satu dari korban tewas, Jon-Paul Gilhooley (10), merupakan sepupu dari Steven Gerard, salah satu pemain kenamaan Inggris yang ketika itu masih berusia 9 tahun.
Selain lima kasus di atas, masih banyak lagi kerusuhan suporter sepak bola yang menyebabkan hilangnya banyak nyawa.
Sangat disayangkan memang. Beberapa oknum suporter menunjukkan totalitas mereka dalam mendukung klub kesayangan dengan cara yang cenderung destruktif, bahkan sampai tega mengambil nyawa orang lain.
Padahal, kalau memang benar mereka mencintai klub yang didukungnya, seharusnya mereka akan melakukan apapun yang dapat memberikan hasil positif bagi klub tersebut, bukan malah menimbulkan kerugian, menyusahkan dan membuat citra klubnya justru jadi jelek. Setuju?