KRICOM - Meski Pemerintah Bangladesh dan Myanmar telah sepakat soal pemulangan para pengungsi Rohingya yang melarikan diri dari Negara Bagian Rakhine, namun hingga saat ini rencana tersebut tak kunjung diwujudkan.
Ratusan ribu pengungsi masih berada di permukiman darurat Bangladesh. Mereka belum dipulangkan karena terkendala oleh proses pendataan dan verifikasi identitas.
Melihat fakta tersebut, Komisi I DPR menilai pemulangan pengungsi Rohingnya ke Myanmar seharusnya bisa dimulai sejak awal tahun 2018. Pemerintah pun didesak untuk turut mengawasi proses pemulangan etnis Rohingya yang sudah terkatung-katung nasibnya.
"Kita harus pastikan jaminan tiga hal kebutuhan pengungsi Rohingya yang kembali terpenuhi, yaitu keamanan, tempat tinggal, dan penghasilan hidup," kata ANggota Komisi I DPR, Sukamta, Kamis (1/2/2018) malam.
Guna menjamin tiga hal itu, Sekretaris Fraksi PKS ini menilai pemerintah Indonesia perlu mendesak tim monitoring. Dari segi keamanan, opsinya bisa dibentuk peacekeeping force untuk antisipasi brutalitas junta militer.
"Indonesia perlu mendesak PBB terkait hal ini dan pasukan Garuda bisa berkontribusi untuk misi ini," jelasnya.
Kemudian, Myanmar juga harus memikirkan tempat tinggal dan penghasilan bagi etnis Rohingya yang selama ini direnggut. Dalam jangka panjang, lanjutnya, negara perlu mengembalikan hak kewarganegaraan kepada warga Rohingya.
"Kita tidak ingin proses kesepakatan pengembalian pengungsi Rohingya ini hanya dilakukan setengah hati oleh pemerintah Myanmar atas desakan internasional. Apalagi pemerintah Myanmar membatasi kuota pengembalian hanya 300 orang per hari. Sementara jumlah pengungsi ada 700 ribuan. Itu artinya butuh waktu sekitar 5 tahun? Jangan sampai ini hanya basa-basi," tandasnya.