KRICOM - Kuasa Hukum terdakwa Setya Novanto, Firman Wijaya membandingkan buku catatan milik kliennya dengan kamus hukum alias black's law dictionary terkait Justice of Collaborator yang diajukan kliennya.
"Mungkin saja ini kamus yang ingin beliau tuliskan tentang seperti apa sih struktur kasus e-KTP," kata Firman usai Sidang perkara e-KTP di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat, Senin (5/2/2018).
Firman meminta wartawan untuk bersabar. Sebab, ada waktunya bagi Novanto untuk membongkar nama-nama lain sesuai dengan prosedur hukum acara yang sedang berjalan. Menurut Firman, status justice collaborator menjadi instrumen penting dalam penuntasan kasus e-KTP.
"Berikan kesempatan Pak Novanto untuk mengungkapkan isi buku hitamnya itu," ujar Firman.
Novanto didakwa Jaksa Penuntut Umum KPK berperan dalam meloloskan anggaran proyek e-KTP di DPR pada periode 2010-2011 saat dirinya masih menjabat sebagai Ketua Fraksi Partai Golkar.
Dia disebut menerima total fee sebesar US$ 7,3 juta. Setnov juga diduga menerima jam tangan merek Richard Mille seharga US$ 135 ribu. Atas perbuatannya, Setya Novanto didakwa melanggar Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 31 tentang Tindak Pidana Korupsi.
Saat ini, Setya Novanto sedang mengajukan permohonan menjadi justice collaborator (JC). Namun sepertinya, syarat-syarat untuk menjadi JC belum dipenuhi oleh Novanto. Hal itu terbukti dengan belum dikabulkannya permohonan tersebut oleh KPK.
Seperti yang diketahui, syarat-syarat untuk menjadi JC di antaranya mengakui perbuatannya, bersedia terbuka menyampaikan informasi yang benar tentang dugaan keterlibatan pihak lain, yaitu aktor yang lebih tinggi atau aktor intelektual atau pihak-pihak lain yang terlibat dan pemohon bukan merupakan pelaku utama dalam perkara.
Bagi yang menerima justice collaborator, seorang pelaku dapat dipertimbangkan untuk menerima tuntutan hukuman lebih ringan. Setelah itu, ketika menjadi terpidana, justice collaborator bisa menerima pemotongan masa tahanan dan hak-hak narapidana lain yang bisa diberikan secara khusus.
Sebelumnya, Setya Novanto menuliskan nama mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Nazaruddin dalam buku catatan berwarna hitam. Nama anak kedua mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Ibas alias Edhie Baskoro Yudhoyono juga terlihat dalam catatan hitam di buku mantan Ketua DPR RI tersebut.
Saat itu Setya Novanto seakan sengaja memperlihatkan hal tersebut kepada awak media. Hanya saja, ketika ditanya mengenai tulisan tersebut, dia mengaku tidak ingin berkomentar.