KRICOM - Sikap Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi dalam menangani krisis Rohingya kembali mendapat kritik keras. Baru-baru ini, salah seorang diplomat asal Amerika Serikat (AS) menyebut Suu Kyi sebagai pemimpin yang tak memiliki moral kepemimpinan.
Tudingan tersebut diucapkan mantan pejabat tinggi AS di masa Presiden Bill Clinton, Bill Richardson saat mengikuti sebuah pertemuan dengan panel internasional yang tengah membahas penyelesaian krisis Rohingya.
Di dalam pertemuan tersebut, Richardson memaparkan kekecewaannya terhadap Suu Kyi yang dianggap tak mampu mencegah terjadinya pembantaian massal terhadap etnis Rohingya di Negara Bagian Rakhine. Kekecewaan tersebut ia tunjukkan dengan melakukan walkout dari pertemuan.
"Alasan utama mengapa saya mundur dari forum ini, karena mereka mendukung aksi pembantaian. Saya tidak akan mau menjadi anggota cheerleader yang mendukung langkah-langkah pemerintah (Myanmar)," tegas Richardson, seperti dikutip dari The Guardian, Kamis (25/1/2018).
Richardson juga memaparkan bahwa dirinya juga sempat berdebat dengan Suu Kyi terkait kasus ditahannya dua wartawan Reuters oleh otoritas Myanmar. Richardson mengatakan, Suu Kyi merespon pertanyaan itu dengan amarah dan menyebut persoalan ditangkapnya wartawan Reuters tak terkait dengan krisis Rohignya.
Hingga saat ini, Pemerintah Myanmar maupun Aung San Suu Kyi masih belum mengeluarkan pernyataan atas tudingan yang disampaikan Richardson.
Seperti dikabarkan, Myanmar masih mendapatkan sorotan dari sejumlah pihak terkait krisis Rohingya yang sampai saat ini masih belum tuntas. Sorotan tersebut kian tajam setelah dua wartawan dari Reuters ditangkap oleh pihak berwajib Myanmar pada 12 Desember 2017 lalu.
Adapun kedua reporter dari Reuters yang masing-masing bernama Wa Lone (31) dan Kyaw Soe Oo (27), keduanya warga Myanmar, tengah meliput krisis yang terjadi di Rakhine, yang membuat sekitar 688.000 warga Rohingya melarikan diri ke Bangladesh.
Menurut keterangan yang dirilis pihak kepolisian, kedua wartawan tersebut ditangkap karena telah mencuri dokumen rahasia terkait situasi keamanan di Rakhine dan akan memublikasikannya ke masyarakat.