KRICOM - Kapolri Jenderal Muhammad Tito Karnavian diminta untuk tak serampangan dalam memberikan pernyataannya kepada media massa. Bukan tanpa alasan, menurut Pengamat Politik Ray Rangkuti, jika salah sedikit, Tito bisa dicap sebagai pembuat gaduh.
"Kapolri kurang mendalami secara umum soal keterlibatan sejarah kelompok umat Islam. Oleh karena itu perlu ditekankan kepada elit kita ini agar lebih bersifat terbatas dalam hal mengklasifikasi. Penggunaan bahasa membuat seolah-olah hanya dua organisasi," kata Ray krpada Kricom di Jakarta, Jumat (2/2/2018).
Ray menambahkan, di dalam ucapan Tito, seolah-olah hanya Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah yang hanya memiliki kontribusi.
"Tapi kalau redaksinya dirubah sedikit seperti 'banyak organisasi Islam yang berjasa bagi bangsa, walhalabil khusus Muhammadiyah dan NU'," imbuhnya sembari sedikit mengajari Tito.
"Cara mengambil bahasanya. Tapi kalau gaya bahasa seperti itu ya seakan-akan hanya ada dua saja," papar Direktur Lingkar Madani Indonesia ini.
Ray berharap, agar apa yang dialami Tito ini jadi pelajaran bagi pejabat lainnya.
"Makanya pejabat negara kalau tak tahu situasinya jangan berbicara. Dan dalam kondisi sekarang jangan bicara serampangan berbahasa, cala mengolah kata. Itu harus dipelajari petinggi kita agar tak menimbulkan kesan negatif," pungkas Ray.
Sebelumnya, video Jenderal Tito viral di media sosial. Di video itu, Tito mengatakan bahwa Nahdatul Ulama dan Muhammadiyah merupakan dua ormas pendiri bangsa Indonesia, sementara ormas Islam lainya justru ingin meruntuhkan NKRI.
Namun, Tito sudah mengklarifikasi jika itu video lama dan sengaja diedit atau dipotong. Dia juga sudah meminta maaf kepada seluruh organisasi islam.