KRICOM - Mantan Ketua KPK, Abraham Samad menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan dicap negatif jika menuruti permintaan Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan, Wiranto untuk menunda pengumuman calon kepala daerah yang tersangkut kasus korupsi.
"Jika tunduk kepada keinginan Pak Wiranto, KPK bisa ditafsirkan sebagai memberi toleransi terhadap kejahatan korupsi. Atau paling tidak dikategorikan sebagai upaya pembiaran terhadap terjadinya kejahatan korupsi," kata Abraham Samad melalui pesan tertulis, Rabu (14/3/2018).
Samad menjelaskan, tugas dan kewenangan KPK adalah mengusut tindakan korupsi yang dilakukan siapa saja dan menindak kapan saja. Kerja KPK pun tidak boleh dibatasi baik ruang dan waktu. Bahkan tidak boleh dihentikan karena adanya intervensi dari pihak manapun, termasuk Presiden RI sekalipun.
Ia pun mengungkapkan data dan fakta dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengenai adanya aliran dana mencurigakan yang diduga digunakan terkait Pilkada Serentak 2018. Berdasarkan catatan PPATK, jelasnya, setidaknya ada 53 transaksi elektronik dan 1.066 transaksi tunai puluhan miliaran rupiah yang mencurigakan.
Sedang perihal aliran dana yang terkait peserta pilkada tercatat 368 transaksi mencurigakan dan sebanyak 34 laporan sudah dianalisa.
Selain itu, lanjutnya, jika KPK tunduk pada intervensi Wiranto akan sangat berbahaya dan membuka keran korupsi karena kasus-kasus yang melibatkan calon kepala daerah yang melakukan tindak pidana korupsi bisa berjalan di tempat. Bahkan alat-alat bukti terhadap kasus tersebut bisa hilang untuk menghapus jejak.
"Jadi teman-teman komisioner KPK harus tetap menjaga marwah dan kredibilitas KPK sebagai lembaga independen penegakan hukum dalam pemberantasan korupsi. Jangan terpengaruh intervensi lembaga negara lain," pungkasnya.