KRICOM - Kepolisian Republik Indonesia mendapat sorotan tajam dari Komisi III DPR terkait penanganan kasus kelompok penyebar hoax yang menamakan diri Muslim Cyber Army (MCA). Para anggota parlemen tidak sreg ketika polisi rajin menyebut kata 'muslim' dalam penanganan kasus ini.
Kapolri, Jenderal Muhammad Tito Karnavian menyebut, penyidik kepolisian tidak pernah menyebut kata 'muslim' ketika mengungkap kelompok penyebar hoax. Justru pihak penyebar hoax yang mengklaim terafiliasi dengan muslim.
"Istilah Muslim Cyber Army dan lain-lain ini bukan dari polisi. Istilah ini muncul dari hasil investigasi karena kelompok ini menyebut diri mereka dengan isitlah seperti itu," kata Tito dalam rapat kerja dengan Komisi III di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (14/3/2018).
Tito menjelaskan, polisi pada dasarnya tidak nyaman dengan klaim 'muslim' kelompok penyebar hoax ini. Sebagai muslim, dia sadar hoax merupakan sesuatu yang dilarang dalam agama Islam.
"Bahwa menyebar hoax tidak sesuai ajaran Islam. Tapi apa mau dikata, kadang-kadang istilah itu dipakai untuk menarik yang lain," ungkapnya.
Pada dasarnya, tidak ada niatan polisi menyudutkan agama Islam ketika mengungkap kata 'muslim'. Polisi hanya berusaha menyampaikan sebuah fakta hukum.
"Pendapat saya karena polisi hanya menyampaikan faktanya. Ini kasus akan sampai ke persidangan dan persidangan kita sangat terbuka," jelasnya.
Pernyataan Jenderal Tito itu sekaigus menanggapi kritik dari beberapa anggota DPR yang tak nyaman dengan penyebutan istilah Muslim dalam kasus tersebut.
Anggota Komisi III DPR RI, Almuzamil Yusuf menyoroti kasus kelompok Muslim Cyber Army (MCA) yang diduga melakukan tindak pidana menyebar hoax. Sorotan itu karena polisi terkesan mudah menyebut kelompok tersebut berafiliasi dengan agama tertentu.
"Dalam konteks tindakan hoax yang dilakukan kelompok tertentu dengan mengatasnamakan agama tertentu. Sangat arif jika tidak menyebutkan," kata anggota Komisi III DPR RI, Almuzamil Yusuf.