KRICOM - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan belum ada indikasi kelompok penyebar ujaran kebencian dan hoaks, Muslim Cyber Army (MCA) dibayar menggunakan virtual currency.
"Belum ada," ujar Humas PPATK Natsir Kongoh kepada Kricom, Kamis (15/3/2018).
Penggunaan mata uang virtual belakangan memang marak digunakan untuk para kriminal siber. Utamanya para peretas yang meminta tebusan kepada korbannya.
Sebut saja kasus kelompok peretas Black Hat dari Surabaya yang meminta bayaran terhadap korporasi yang disusupi sistemnya dengan tebusan berbentuk Bitcoin.
Luwesnya penggunaan Bitcoin yang penggunaannya bisa disamarkan membuat virtual currency menjadi salah satu alternatif 'transaksi' duit kejahatan oleh para kriminal.
Kendati demikian, PPATK mengklaim tetap dapat melacak aliran dana kejahatan sekalipun menggunakan virtual currency.
"Kami tidak menggunakan alat. Tapi bisa melacak, kami pakai sistem untuk analisis, jadi kami bisa mendeteksi dari bagian keuangannya," jelas Natsir.
Diberitakan sebelumnya, Polri saat ini tengah mengejar dalang di balik aksi kelompok MCA yang menyebarkan ujaran kebencian dan hoaks di media sosial.
Bahkan, Kapolri Jenderal Muhammad Tito Karnavian menjanjikan akan menuntaskan kasus tersebut sampai pada donatur yang melanggengkan aksi kelompok MCA.
Namun, sampai saat ini donatur tersebut masih gelap jejaknya. Penyidik pun masih fokus atas kasus pidana ujaran kebencian dan hoaks yang menjerat enam tersangka yang telah ditangkap Polri di sejumlah daerah.