KRICOM - Penyandang dana bagi kelompok Muslim Cyber Army (MCA) bisa dijerat dengan pasal 55 KUHP. Yakni bersama-sama melakukan kejahatan meski tak melakukan kejahatan secara langsung apalagi ada dugaan rencana untuk melakukan pemufakatan makar.
Pakar Hukum Pidana Choudry Sitompul menilai, penyandang dana bisa dipidana karena melakukan kesepakatan untuk membuat hoaks.
"Yang satu tugasnya membuat konten, mengupload, narasinya dan yang satunya lagi menyediakan uang. Harus dibuktikan bahwa mereka melakukan itu bersama-sama," kata Choudry kepada Kricom di Jakarta, Rabu (14/3/2018).
Proses pidana ini juga harus dibuktikan dengan adanya kesepakatan bersama-sama. "Artinya penyandang dana ini harus tahu kalau yang disumbangnya ini untuk melakukan kejahatan," tutur Choudry.
Namun, penyandang dana ini juga sulit dibuktikan pidananya. "Karena mungkin ada juga penyandang dana yang dia memberikan uangnya untuk kelompok MCA ini karena tahunya hanya untuk menyumbang dana saja untuk kegiatan keagamaan," kata praktisi hukum dari Universitas Indonesia ini.
Sebelumnya, penyidik Siber Bareskrim menangkap enam orang anggota MCA di sejumlah lokasi yang berbeda yakni Muhammad Luth (40) ditangkap di Tanjung Priok, Jakut; Rizki Surya Dharma (35) di Pangkalpinang; Ramdani Saputra (39) di Bali; Yuspiadin (25) di Sumedang; Ronny Sutrisno (40) serta Tara Arsih Wijayani (40).
Di media sosial, kelompok ini rutin menyebarkan postingan foto video dan berita palsu berisi penghinaan, fitnah dan pencemaran nama baik terhadap pemimpin dan para pejabat negara.
Kelompok ini juga kerap mengunggah hal-hal bernuansa SARA di medsos, termasuk isu provokatif tentang penyerangan terhadap ulama dan kebangkitan PKI.