KRICOM - Proyek reklamasi Teluk Jakarta dinilai telah mengesampingkan perspektif hak-hak asasi manusia. Hal itu terlihat dari tidak diindahkannya Laporan Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) yang bisa merugikan masyarakat yang berada di sekitar proyek tersebut.
Menurut Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Sandrayati Moniaga, Amdal yang benar adalah mencakup dampak sosial yang benar, transparan dan partisipatif.
"UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang lingkungan hidup mengatur dengan jelas hal itu," kata Sandryati kepada Kriminalitas.com di Jakarta, Kamis (19/10/2017).
Dia melanjutkan, reklamasi tak bisa dilakukan terus menerus tanpa AMDAL menyeluruh karena antara pulau satu dengan yang lain saling berhubungan.
"Tak bisa AMDAL-nya satu pulau dengan satu pulau. Tapi harus secara keseluruhan pulau itu, sehingga bisa dilihat apakah jarak antar pulau itu berdampak pada sedimentasi, dan lainnya," tutur dia.
Sandrayati yakin, moratorium tetap diperlukan di proyek reklamasi. Dengan begitu, semua pihak bisa melihat permasalahan ini secara obyetif.
"Jadi moratorium dan AMDAL dilakuan dengan benar sehingga kita bisa melihat permasalahan dengan teliti. Jangan main-main lagi," tutupnya.
Dari laporan yang dihimpun, terdapat 17 pulau yang akan dibangun dengan berbagai fungsi. Pulau A diperuntukkan menjadi kawasan pertokoan tepi laut, Pulau B untuk kawasan outdoor dengan background tematik, sedangkan Pulau C untuk taman burung (pengetahuan dan wisata).
Lalu Pulau D dibangun untuk kawasan olahraga terbuka dengan standar internasional, Pulau E untuk kawasan olahraga air dan wisata pantai, Pulau F untuk kompleks olahraga, rumah sakit serta pusat pengembangan olahraga internasional, Pulau O,P, dan Q kawasan industri, perdagangan dan logistik, serta Pulau L untuk kawasan lembaga jasa dan keuangan.