KRICOM - Komando Aksi Mahasiswa dan Pemuda Anti Korupsi (KOMPAK) menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung Merah Putih KPK Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (18/12/2017).
Dalam aksi tersebut mereka menuntut KPK tidak pandang bulu dan mengusust tuntas keterlibatan sejumlah pejabat dalam kasus korupsi pengadaan e- KTP. Hal itu terkait hilangnya beberapa nama pejabat yang diduga ikut menikmati aliran dana e-KTP dalam surat dakwaan Ketua DPR Setya Novanto.
“Kami berharap KPK berlaku adil dan tidak pandang bulu. Tangkap dan adili Yasona Laoly yang saat peristiwa tersebut adalah Anggota Komisi II Fraksi PDIP periode 2009-2014 yang saat ini Menhukham,” tegas Jendral Lapangan KOMPAK, Santoso dalam orasinya.
Tidak hanya itu, dia juga menduga jika Yasonna turut menerima uang korupsi pengadaan e-KTP sebesar US$ 84 ribu, atau sekitar Rp 1,1 miliar.
Dia mengungkapkan, uang tersebut diterima Yasonna saat masih menjadi Anggota Komisi II DPR bersamaaan dengan pembagian untuk Fraksi PDI Perjuangan.
“Nah dalam surat tuntutan terdakwa Irman dan Sugiharto, Yasonna menerima dua tahap. Pertama adalah pemberian dari Miryam S Haryani,” jelasnya.
Kemudian, lanjut dia, jika berdasarkan pembacaan tuntutan Jaksa KPK di Pengadilan Tipikor pada 22 Juni lalu, pembagian uang tersebut dilakukan kepada setiap Anggota Komisi II DPR RI dengan cara dibagikan melalui kapoksi atau yang mewakilinya.
"Dan khusus untuk fraksi PDIP DPR RI, diberikan kepada Yasonna Laoly atau Arief Wibowo untuk langsung di ruangan kerjanya di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta," kata dia.
“Begitu juga dengan Anggota DPR yang lain, semisal Ganjar Pranowo US$ 500 ribu, Oly Dondokambey US$ 1.3 juta, Melchias Mekeng US$ 1.5 juta serta Marzuki Ali 20 miliar,” tambahnya.
Karenanya, KOMPAK pun menuntut KPK segera tangkap dan adili nama-nama yang terlibat dalam kasus megakorupsi e-KTP.
"KPK jangan pandang bulu dan jangan takut menimbulkan opini di masyarakat bahwa KPK tidak independen dan diintervensi orang-orang atau abuse of power," tandasnya.