KRICOM - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mendesak Panglima TNI terpilih, Marsekal Hadi Tjahjanto agar bisa mengubah wajah TNI yang erat dengan kekerasan menjadi lebih humanis. Pasalnya selama ini tindak kekerasan yang dilakukan oknum aparat tak terelakan lagi.
"TNI harus menjunjung tinggi prinsip-prinsip hak asasi manusia," kata Koordinator Badan Pekerja Kontras Yati Andriyani di Jakarta, Kamis (7/12/2016).
Menurut Yati, kultur kekerasan menjadi cerminan militeristik yang seolah tidak bisa dilepaskan dari wajah TNI.
"Tentu saja itu masih menjadi momok bagi kehidupan sipil," tambahnya.
Yati mendesak agar Hadi meninjau dan mengevaluasi ulang keterlibatan TNI secara langsung dalam RUU Terorisme, karena berpotensi menabrak supremasi sipil, membuka ruang militer masuk ranah penegakan hukum, dan mengancam hak asasi manusia.
"Panglima TNI yang baru didorong untuk dapat merevisi UU No. 31/1997 tentang Peradilan Militer sebagai satu-satunya alat uji akuntabilitas yang justru kerap dijadikan dalih mangkirnya aparat TNI dalam sejumlah tindak pidana maupun pelanggaran HAM," kata dia.
Yati berpendapat bahwa tolak ukur keberhasilan Marsekal TNI Hadi Tjahjanto sebagai Panglima TNI baru juga berkaitan dengan netralitas TNI dalam kepentingan politik.
"Hal ini menjadi tugas utama bagi Marsekal TNI Hadi Tjahjanto untuk menjaga stabilitas politik menjelang pelaksanaan pemilihan kepala daerah serentak 2018 dan Pemilihan Umum 2019 termasuk untuk tidak mengeluarkan pernyataan yang bernuansa politik untuk manuver politik," paparnya.
Kelima, Marsekal TNI Hadi Tjahjanto sebagai calon Panglima TNI baru juga didesak Kontras agar menghentikan kebijakan-kebijakan yang tidak sejalan dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia serta mengevaluasi secara menyeluruh operasi yang berkaitan dengan militer.
"Harus ada evaluasi menyeluruh atas penggunaan pendekatan keamanan di wilayah konflik, dan PR kedelapan adalah merajut kembali harmonisasi antarlembaga," tutupnya.