KRICOM - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Fahri Hamzah mengkritik cara KPK menangani perkara dugaan korupsi proyek e-KTP. Pasalnya sejumlah nama terus disebut-sebut dalam kasus ini. Teranyar, nama Ketua Umum Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) disebut dalam dugaan kasus ini.
Jauh sebelumnya, sejumlah nama anggota DPR lebih dahulu disebut. Tidak sekadar itu, dalam persidangan dugaan korupsi e-KTP, anggota DPR disebut menerima bancakan proyek e-KTP.
Fahri pun merasa heran. Pasalnya, meski sejumlah anggota DPR disebut terima bancakan, KPK baru menetapkan tersangka kepada satu anggota dewan.
"Kalau ini bancakan, kenapa baru satu yang jadi tersangka. Cuma Pak Setya Novanto. Katanya bancakan? Tapi kenapa baru satu," keluhnya di Gedung DPR, Jakarta Pusat, Jumat (26/1/2018).
Menurut dia, citra DPR hancur ketika KPK mengusut dugaan korupsi e-KTP. Kehancuran itu dimulai dengan disebutnya nama anggota DPR sebagai penerima bancakan proyek e-KTP.
"Sampai hancur semua nama kita, semua orang disebut," ungkapnya.
Memang, Fahri tidak memungkiri, nama anggota Komisi II DPR RI, Miryam S Haryani jadi tersangka terkait kasus e-KTP. Namun Fahri menegaskan, status tersangka kepada Miryam, bukan karena kader Hanura itu menerima bancakan proyek e-KTP.
"Yang lain kan Miryam, karena dianggap berbohong. Obstruction of justice," imbuhnya.
Oleh sebab itu, Fahri menganggap, cara KPK menangani kasus dugan korupsi e-KTP penuh sandiwara. Contohnya terkait klaim kerugian negara.
KPK, kata Fahri, mengklaim negara rugi sebesar Rp 2,3 triliun dari korupsi e-KTP. Sayangnya klaim itu tidak terbukti. Berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), kata dia, tidak ditemukan unsur kerugian negara dalam proyek e-KTP.
"Justru penghitungan BPK, proyek e-KTP nyaris tidak ada kerugian, BPKP tidak melakukan itu," pungkasnya.