KRICOM - Pernyataan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terkait status Kota Yerusalem terus menuai reaksi negatif. Hal itu ditandai oleh maraknya aksi unjuk rasa di berbagai daerah, khususnya di Indonesia.
Belum lama ini, Aliansi Peduli Kemanusiaan (Apik) Salatiga melakukan aksi protes di depan Kantor Wali Kota Salatiga, Rabu (13/12/2017). Aksi yang diikuti oleh para mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Salatiga memprotes ucapan Trump yang mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel.
Dalam aksinya, APIK menyatakan bahwa keputusan yang diungkapkan Donald Trump itu adalah keputusan sepihak dan merupakan bentuk kezaliman terhadap bangsa Palestina dan umat Islam.
"Ungkapan Donald Trump tersebut telah mengabaikan tiga resolusi tingkat tinggi yang dikeluarkan oleh Dewan Keamanan PBB. Untuk itu, kami mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Salatiga ini mengecam dan mengutuk keras Presiden AS," kata Ahmad Nur Khalim, Koordinator Aksi Apik Salatiga, dalam orasinya.
Ditandaskan bahwa ketiga resolusi itu antara lain, resolusi Nomor 242 Tahun 1967, resolusi Nomor 478 Tahun 1980 terkait penolakan keputusan pemerintah penjajah Israel yang mencaplok Yerusalem dan menjadikannya sebagai ibukota abadi bagi negara penjajah Israel.
Resolusi ketiga adalah resolusi Nomor 2334 Tahun 2016, tentang sikap DK PBB yang tidak mengakui perubahan apapun yang dilakukan Israel di wilayah perbatasan tahun 1967 termasuk di Yerusalem tanpa melalui perundingan.
"Tuntutan APIK Salatiga adalah adalah agar pemerintah Republik Indonesia secepatnya memutuskan dan mengambil langkah tegas berupa pemutusan kerja sama dengan Amerika Serikat (AS)," ujar Nur Khalim.
Apik juga meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang tengah mengikuti Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) di Turki, untuk bisa mengajak negara-negara Islam menyikapi sikap AS yang merugikan Palestina.
"Kami mendesak Presiden RI Jokowi mengusulkan agenda khusus membahas kemerdekaan Palestina di forum OKI dan mendorong PBB untuk mengambil sikap terhadap pelanggaran hukum internasional ini," pungkas Nur Khalim.