KRICOM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut peluang terdakwa kasus korupsi e-KTP, Setya Novanto untuk menjadi Justice Collaborator (JC) masih terbuka lebar. Oleh kerana itu, KPK terus menanti fakta faktual lainnya yang dimiliki pihak Setya Novanto di persidangan berikutnya.
"Sampai saat ini penyidik masih buka peluang bila yang bersangkutan diterima JCnya. Sejauh ini kami masih melihat dan menanti sejauh mana keseriusan tersebut untuk mengungkap aktor yang lebih besar lagi di proyek e-KTP," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (26/1/2018).
Febri juga menanggapi perihal informasi teranyar yang diungkap oleh pihak Novanto di persidangan e-KTP kemarin, yakni penyinggungan nama Presiden ke-6 RI Soesilo Bambang Yudhoyono.
Dalam persidangan ketujuh kemarin, pihak Setya Novanto melalui kuasa hukumnya Firman Wijaya menanyakan pada salah satu saksi e-KTP, Mirwan Amir terkait adanya restu dari Cikeas untuk melanjani e-KTP demi Pilkada.
"Untuk informasi fakta persidangan itu lebih baiknya penyidik yang akan menelitinya apakah ini salah satu langkah kooperatif dari pihak yang bersangkutan," ujarnya.
Febri menegaskan, dari awal pihak KPK telah membuka seluas-luasnya peluang terkait informasi apa saja yang akan dibuka oleh Mantan Ketua DPR RI tersebut. Namun, kata Febri, KPK sampai saat ini belum melihat gelagat menuju ke arah tersebut. Dia malah menilai tingkah Setya Novanto pada persidangan-persidangan sebelumnya yang dinilai kurang kooperatif.
Saat itu, Setnov seringkali berulah dengan mulai kerap tidur ataupun pura-pura sakit hingga menghambat persidangan yang membuat KPK berpikir ulang menerima JC tersebut.
"Dari awal sudah kami jelaskan bahwa pihak kami membuka kesempatan untuk yang bersangkutan jadi JC. Tapi kan kemarin kami lihat yang bersangkutan belum kooperatif," imbuhnya.
Sekadar informasi, Justice Collaborator adalah aturan Hukum Internasional yang telah dirativikasi ke dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2011 tentang Perlakuan Bagi Pelapor Tindak Pidana (Whistle Blower) dan Saksi Pelaku yang Bekerjasama (Justice Collaborator) di dalam Perkara Tindak Pidana Tertentu.
KPK pun memiliki beberapa poin pertimbangan tersendiri untuk menyetujui sebuah justice Collaborator. Salah satunya, memastikan orang tersebut bukanlah pelaku utama. Sebab etikanya seseorang yang akan menjadi JC bukanlah pemeran utama proyek korupsi. Sementara Setya dianggap mengetahui detail proyek ini digagas.
Setnov didakwa mengintervensi pelaksanaan proyek pengadaan e-KTP di Kementerian Dalam Negeri, dengan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi. Atas tindakannya itu negara ditaksir mengalami kerugian mencapai Rp 2,3 triliun.
Mantan Ketua Umum Partai Golkar itu pun mendapat jatah sebesar US D7,3 juta dan jam tangan merek Richard Mille seri RM 011 senilai USD 135 ribu dari proyek senilai Rp 5,9 triliun tersebut.
Atas perbuatannya, Setya Novanto didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.