KRICOM - Polemik Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) makin memanas setelah presiden Joko Widodo memutuskan untuk menolak menandatanganinya.
Menanggapi sikap Presiden tersebut, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menganggap UU tersebut tak bisa digunakan selagi belum diregister dan keluar nomor undang-undangnya.
"Paling lambat besok memang sudah harus dinomori. Namun sebelum diundangkan dalam lembaga negara dan diberikan nomor UU, maka UU itu belum menjadi subjek hukum. Maka kita menunggu UU itu diundangkan dalam lembaran negara oleh Kemenkumham dan diberikan nomor UU," kata Wasekjen PDIP, Ahmad Basarah di Jakarta, Kamis (15/3/2018).
Belum terbitnya nomor Undang-Undang diakuinya berimbas pada nasib calon pimpinan DPR dan MPR baru dari PDIP. Ia menuturkan nama pimpinan DPR dan MPR baru belum bisa dibahas mengingat UU tersebut belum diundangkan dalam lembaga negara.
"Nah sampai detik ini setahu saya Kemenkumham belum mengundangkan UU MD3 itu dalam lembaran negara dan belum ada nomor UU-nya. Sehingga belum dapat menjadi objek pembicaraan kami hari ini mengenai pergantian atau penambahan unsur pimpinan DPR dan MPR," tuturnya.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Pasal 73 ayat 2, rancangan undang-undang yang tidak ditandatangani oleh presiden dalam waktu paling lama 30 hari, terhitung sejak disetujui bersama (antara DPR dan pemerintah), tetap akan sah menjadi undang-undang dan wajib diundang-undangkan.