KRICOM - Fraksi Nasdem menolak penambahan satu kursi pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan tiga pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagaimana tertuang dalam revisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR dan DPRD (MD3). Nasdem menilai penambahan kursi itu bentuk kecelakaan demokrasi.
"Masa DPR menambah kursi, menambah jatah pimpinan, untuk mengisi jabatan, itu gimana sih," kata Ketua Fraksi Nasdem, Jhonny G. Plate saat dihubungi, Kamis (8/2/2018).
Lebih lagi, dia menyayangkan revisi UU MD3 dilakukan pada DPR periode 2014 sampai 2019. Karena, kata dia, UU MD3 pernah direvisi ketika kisruh Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dan Koalisi Merah Putih (KMP) mengemuka di DPR.
"Dahulu kita sudah ubah, sudah merevisi UU MD3, pada saat kisruh KIH dan KMP, dengan menambah 21 jabatan pimpinan. Cukup sekali itu. Karena pada saat itu, untuk mengatasi ketegangan politik yang terjadi atau diskursus politik yang terjadi," ungkap dia.
Namun, berselang beberapa tahun, revisi UU MD3 kembali dilakukan. Bahkan revisi kali ini dengan menambahkan jatah kursi satu pimpinan DPR dan tiga pimpinan MPR.
"Kami anggap ini sebagai kecelakaan demokrasi. Ini kecelakaan demokrasi di mana DPR hasil pemilu, (mendapat) mandat rakyat, justru digunakan untuk merebut kekuasaan tambahan," keluhnya.
Sebelumnya, Badan Legislasi (Baleg) menggelar rapat internal guna membahas revisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3), Rabu (7/2/2018) malam. Hasil rapat sementara, disepakati penambahan tiga kursi pimpinan MPR dan satu untuk DPR.