KRICOM - Pada 25 November 2017 yang lalu, Indonesia merayakan hari Guru Nasional. Guru yang telah mendidik kita semua agar menjadi orang yang berguna bagi bangsa.
Namun, tahukan Anda jika masih ada guru yang harus berjuang keras untuk mendidik para muridnya. Perjuangan mereka bukan karena para murid itu bandel melainkan jauhnya jarak yang harus ditempuh untuk mencapai sekolah para anak didiknya.
KRICOM akan merangkum siapa saja guru berhati mulia yang rela mengorbankan waktu, tenaga dan pikirannya untuk berbagi ilmu kepada muridnya.
1. Bu Guru Lusia
(batam.tribunnews.com)
Lusia merupakan seorang guru di Sekolah Dasar Negeri 27 Sungai Mayan, Kecamatan Dedai, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat. Lusia mulai mengajar pada tahun 2002. Dia harus berjuang mempertaruhkan nyawanya untuk bisa mencapai sekolah. Dia harus melewati jembatan seadanya.
Meskipun jarak rumah Lusia ke sekolah tidak terlalu jauh. Tapi, dia harus melewati titian yang dibuat warga untuk menggantikan jembatan yang rusak. Padahal, di bawah jembatan mengalir air deras. Perjuangan Lusia tak sia-sia, dia bisa mencerdaskan anak didiknya. Pada tahun 2009 dia diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS).
2. Pak Guru Ervan
(nationalgeographic.co.id)
Pak Guru Ervan merupakan guru Sekolah Dasar Masehi Billa di Dusun Pindu Hurani, Kecamatan Tabundung, Sumba Timur. Keputusan untuk menjadi guru diambil Evan ketika dirinya mendatangi dusun tersebut. Dia sedih ketika melihat anak-anak yang tidak mengenyam pendidikan.
Setelah pulang dari Dusun, dia memutuskan untu mengikuti program Sarjana Mendidik di daerah Terdepan, Terluar dan Tertinggal (SM3T) yang diprakarsai oleh Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Hasilnya, dia lulus dan dapat mengajar di daerah tersebut.
Ervan menghabiskan enam jam untuk mencapai sekolah. Dengan menggunakan sepeda motornya, dia menerabas jalan yang rusak berat dan berlubang serta harus memotong aliran sungai untuk sampai ke sekolah.
3. Pak Guru Saraban
(brilio.net)
Saraban merupakan mahasiswa Yogyakarta. Lulusuan salah satu perguruan tinggi jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia ini ditugaskan mengajar di Desa Oklip, Papua.
Perjuangan Saraban untuk mencerdaskan anak bangsa melalui jalan terjal. Dia harus rela menghadapi murid yang buta huruf. Tak hanya itu, murid-muridnya susah mengerti apa yang diajarkan, pasalnya mereka menganggap sekolah tidak penting. Saraban pun sempat menangisi keadaan itu. Cobaan datang karena di daerah Oklip tidak ada litrik. Setelah beradaptasi sekian lama, Saraban akhirnya mengajar di SMP Oklip, Papua.
4. Pak Guru Agustinus
(Youtube: Ali Anshori)
Agus merupakan seorang guru SDN 20 Dusun Landau Bunga Desa Gelata, Kecamatan Sokan. Dusun Landau Bunga merupakan daerah terpencil yang ada di Melawi, Kalimantan Barat.
Perjuangan Agus untuk sampai ke sekolah tidaklah mudah. Dia harus bejalan kaki, menaiki perahu untuk menembus sungai, pasalnya memang sampai saat ini belum ada akses jalan darat yang bisa dilalui kendaraan bermotor.
Meski akses buruk, Agus tetap menjalankan tugas dengan penuh tanggung jawab. Dia mempertaruhkan waktu, dan tenaganya untuk mencerdaskan anak bangsa. Masalah lainnya adalah tunjangan daerah terpencil yang dijanjikan pemerintah tak kunjung terealisasi.
Itulah perjuangan guru di daerah terpencil. Kita selalu berharap agar para guru di daerah itu mendapat kemudahan diberikan kesehatan serta kehidupan yang layak agar dapat mencerdaskan anak bangsa.