KRICOM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga kini belum memiliki rencana memerika Ketua Fraksi PDIP saat proyek e-KTP bergulir, Puan Maharani. Padahal, dalam persidangan dengan terdakwa Setya Novanto, ada tiga partai yang diduga terlibat kasus ini yakni PDIP, Golkar dan Demokrat.
Menurut Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Saut Situmorang, pengembangan setiap perkara di KPK menjadi kewenangan penyidik. Termasuk dalam kasus ini penyidik yang akan menentukan arah pengembangan kasus.
"Penyidik yang akan melihat hal apa untuk mengembangkan kasus," ujar Saut kepada Kricom, Jumat (16/3/2018).
Diketahui, Ketua Fraksi dari masing-masing partai yang diduga terlibat sudah diperiksa penyidik KPK. Namun, sejak awal pengusutan e-KTP, KPK tidak pernah sekalipun meminta keterangan dari mantan Ketua Fraksi PDIP, Puan Maharani.
Padahal mantan Ketua Fraksi lain, seperti Anas Urbaningrum, Jafar Hapsah dari Demokrat, serta Setya Novanto dari Partai Golkar telah berkali-kali diperiksa lembaga antirasuah itu dalam skandal proyek e-KTP.
Selain itu, empat kader PDIP saat itu, yakni Ganjar Pranowo, Arif Wibowo, Yasonna H Laoly, dan Olly Dondokambey sudah diperiksa. Bahkan PDIP secara partai disebutkan turut diperkaya oleh proyek e-KTP, tapi KPK tidak pernah sekalipun meminta klarifikasi kepada Ketua Fraksi PDIP saat itu, Puan Maharani
KPK beralasan belum dipanggilnya Puan, lantaran penyidik masih memerlukan pembuktian terkait keterlibatannya dalam e-KTP.
Namun demikian, dalam dakwaan dua mantan pejabat Kemendagri, Irman dan Sugiharto, disebutkan bahwa tiga partai, Demokrat, Golkar, dan PDIP mendapatkan jatah dalam proyek pengadaan e-KTP. Demokrat dan Golkar masing-masing mendapatkan Rp150 miliar sedangkan PDIP mendapat Rp 80 miliar.