KRICOM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih mempelajari terkait keterangan sejumlah saksi dalam persidangan perkara pokok e-KTP dengan terdakwa Setya Novanto. Termasuk, keterangan yang menyebutkan adanya tiga partai besar yang terlibat dalam skandal megakorupsi yang merugikan negara sebesar Rp 2,3 triliun.
Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang tidak menampik akan memproses sejumlah nama lain, termasuk nama Menteri Koordinator Pembangunan dan Kebudayaan Puan Maharani yang saat itu tengah menjabat sebagai Ketua Fraksi PDIP.
Kendati demikian, Saut mengatakan, pemanggilan ataupun pemeriksaan tersebut merupakan wewenang penuh penyidik. Menurutnya, penyidik antirasuah telah mengetahui mana yang relevan atau tidak untuk dilakukan proses lebih lanjut.
"Pembuktian apabila memang ada nama lain nanti penyidik yang melihat dan mendalami itu. Relevan atau tidak," ujarnya kepada Kricom, Rabu (7/3/2018).
Dalam kesaksian di sidang beberapa waktu lalu, Direktur PT Cisco System Indonesia Charles Sutanto Ekapraja, selaku pihak yang pernah terlibat dalam vendor proyek e-KTP pada Senin (22/1/2018), ia menyebut ada tiga partai yang turut menerima aliran uang e-KTP.
Ketiga partai tersebut diungkapkan dengan simbol warna, yang kemudian diartikan menjadi, merah sebagai PDIP, kuning sebagai Golkar, dan biru sebagai Demokrat.
Dalam perkembangannya, Ketua Fraksi dari masing-masing partai yang disebut-sebut itu sudah diperiksa penyidik KPK. Namun, sejak awal pengusutan e-KTP, KPK tidak pernah sekalipun meminta keterangan Puan Maharani. Padahal mantan Ketua Fraksi lain, seperti Anas Urbaningrum, Jafar Hapsah dari Demokrat, serta Setya Novanto dari Partai Golkar telah berkali-kali telah diperiksa.
Disisi lain, empat kader PDIP saat itu, yakni Ganjar Pranowo, Arif Wibowo, Yasonna H Laoly, dan Olly Dondokambey juga sudah diperiksa.
Diberitakan sebelumnya, dalam dakwaan dua mantan pejabat Kemendagri, Irman dan Sugiharto, disebutkan Demokrat, Golkar, dan PDIP mendapatkan jatah dalam proyek pengadaan e-KTP. Demokrat dan Golkar masing-masing mendapatkan Rp 150 miliar sedangkan PDIP mendapat Rp 80 miliar.