KRICOM - Usai dirundung oleh skandal 'pemanenan data', situs media sosial Facebook telah kehilangan kepercayaan dari para penggunanya. Hal itu terlihat dari sebuah survei yang dirilis pada Minggu (25/3/2018) lalu di Amerika Serikat (AS) dan Jerman.
Dalam sebuah survei yang dibuat oleh Reuters/Ipsos menggunakan fitur Facebook Polling Apps, kurang dari separuh warga Amerika Serikat (AS) merasa tak yakin Facebook akan mematuhi undang-undang privasi di Negeri Paman Sam.
Hal yang sama juga terlihat dari sebuah survei yang dibuat oleh salah satu koran terbesar di Jerman, Bild am Sonntag. Menurut survei tersebut, 60 persen warga Jerman khawatir Facebook dan media-media sosial lainnya bisa memberikan pengaruh negatif terhadap jalannya demokrasi sebuah negara.
Seperti diketahui, Facebook baru-baru ini dirundung sebuah permasalahan besar. Pasalnya, salah satu media sosial terbesar di dunia tersebut dituding telah membantu sebuah lembaga konsultan riset Cambridge Analytica untuk mengumpulkan data-data para pengguna Facebook.
Dari laporan yang dirilis, data-data tersebut digunakan untuk membantu kepentingan politik pihak-pihak tertentu. Salah satu nama yang mendapatkan sorotan adalah Presiden AS Donald Trump. Pada masa kampenye Pilpres AS 2016 silam, Trump dituding memanfaatkan data-data dari Cambridge Analytica untuk mengubah keputusan warga AS yang aktif di Facebook.
Menanggapi persoalan tersebut, pendiri sekaligus CEO Facebook Mark Zuckerberg langsung merilis surat permintaan maaf. Selain mengunggahnya di situs Facebook, Zuckerberg juga memasang surat tersebut di beberapa koran besar di Eropa dan AS, seperti The Observer (Inggris) dan The New York Times, Washington Post, serta Wall Street Journal (AS).
"Kami memiliki tanggung jawab untuk melindungi informasi Anda. Jika kami tidak bisa, maka kami tidak layak untuk Anda," demikian bunyi permintaan maaf Zuckerberg yang diletakkan di kolom iklan koran-koran tersebut.