KRICOM - Auditor Badan Pemeriksa Keuangan Pembangunan (BPKP), Suaedi membenarkan adanya kerugian negara sebesar Rp 2,3 triliun dari anggaran yang disetujui DPR RI mencapai Rp 5,9 triliun dalam proyek pengadaan kartu tanda penduduk berbasis elektronik (e-KTP).
Hal itu disampaikan Suaedi dalam kesaksiannya di pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (12/3/2018).
"Kami lakukan (perhitungan kerugian keuangan negara) atas permintaan penyidik KPK terkait e-KTP," kata Suaedi dalam kesaksiannya di persidangan e-KTP dengan terdakwa Setya Novanto di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (12/3/2018).
Suaedi menuturkan, perhitungan tersebut dilakukan dengan menelusuri semua unsur yang terlibat dalam proyek e-KTP.
"Unsur kerugian negara terdiri atas pengadaan blangko e-KTP, pengadaan hardware dan software , pengadaan sistem AFIS, jaringan komunikasi data, gaji help desk pendamping kecamatan dan kota. Maka kami dapatkan penghitungan kerugian negara," ungkap Suaedi.
Setelah dilakukan penelusuran, kata Suadi, dia menemukan unsur kerugian negara dari proyek e-KTP sebesar Rp 2,3 triliun.
"Berdasarkan hal-hal itu, hasil audit proyek e-KTP dari 2011 hingga 2012 mencapai Rp 2,3 triliun," jelasnya.
Selain itu, katanya, hasil tersebut juga berdasarkan penelitian auditor BPKP yang telah meminta keterangan dari sejumlah ahli yang dianggap mumpuni dalam pengadaan e-KTP.
"Kami gunakan beberapa pendapat dan laporan ahli, seperti ahli pengadaan barang dan jasa. Ahli analisis material plastik, ahli pengadaan kartu chip, serta ahli komputer dan teknologi informasi," jelas Suaedi.
Dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan e-KTP, terdakwa Setya Novanto diduga melakukan intervensi dalam proses penganggaran dan pengadaan proyek e-KTP sehingga menelan kerugian hingga Rp 2,3 triliun.
Novanto juga didakwa menerima uang sebesar USD 7,3 juta dan jam tangan bermerk Richard Mille seharga USD 135 ribu.