KRICOM - Setya Novanto (Setnov) berkirim surat ke Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Selasa (21/11/2017) kemarin. Surat itu berisi tentang permohonan Setnov yang meminta waktu membuktikan dirinya tidak terlibat dalam kasus dugaan korupsi e-KTP, agar dicopot dari jabatan Ketua DPR.
Disisi lain, jauh sebelum surat dikirim, masuk laporan dugaan pelanggaran etik pasca Setnov menjadi tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Laporan yang masuk, sudah masuk proses verifikasi di Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).
Ketua MKD, Sufmi Dasco Ahmad menyebut, pihaknya tidak terpengaruh dengan surat yang dilayangkan Setnov ke pimpinan DPR. Surat Setnov, kata dia, tidak otomatis menggugurkan proses yang sedang berlangsung di MKD.
"Dijadwal tetap jalan. Dalam verifikasi perkara," kata dia ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta Pusat, Rabu (22/11/2017).
Dia menuturkan, laporan soal pelanggaran etik masih jauh dari sebuah keputusan. Untuk saat ini, MKD lebih dahulu mendengarkan pandangan fraksi DPR terkait pelanggaran etik Setnov.
"Kalau perkara dilanjutkan itu kan perlu waktu untuk suatu keputusan," imbuhnya.
Sedangkan perihal surat, Dasco mengaku belum menerima. Dia tidak bisa memastikan keaslian dari surat.
Namun dia sudah membaca surat tersebut dari media sosial. Dia menilai jika surat itu, merupakan bentuk permohonan. Karenanya surat bisa dikabukkan atau tidak oleh MKD.
Posisi Setnov sebagai Ketua DPR mulai goyang pasca menjadi tahanan antirasuah. Setnov diduga terlibat dalam kasus yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 2,3 triliun.
Dalam tahanan, Setnov dikabarkan menulis dua buah surat. Masing-masing surat ditujukan kepada pimpinan DPR dan DPP Partai Golkar.
Surat pertama ditujukan kepada pimpinan DPR yang berisi:
"Bersama ini saya selaku Ketua DPR RI sedang menghadapi kasus hukum proyek e-KTP yang disidik oleh KPK, saya mohon pimpinan dpr lainnya dapat memberikan kesempatan saya untuk membuktikan tidak ada keterlibatan saya dan untuk sementara waktu tidak diadakan rapat pleno, sidang MKD terhadap kemungkinan menonaktifkan saya baik selaku ketua DPR RI maupun selaku anggota dewan. Demikian permohonan disampaikan".
Sedangkan surat kedua ditujukan kepada DPP Partai Golkar, berisi"
"Bersama ini disampaikan tidak ada pembahasan pemberhentian sementara atau/ permanen terhadap saya selaku ketua umum partai Golkar dan untuk sementara saya tunjuk Plt Ketua Umum Idrus Marham. Plt Sekjen Yaya Zaini, Aziz syamsudin. Demikian harap dimaklumi".