KRICOM - Aksi unjuk rasa dari pengemudi taksi online yang menyuarakan penolakan terhadap peraturan menteri perhubungan nomor 108 tahun 2017 tentang penyelenggaraan angkutan orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak dalam Trayek dinilai tidak semestinya terjadi.
Ketua Himpunan Pemerhati Hukum Siber Indonesia (HPHSI) Galang Prayogo mengatakan, aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh Aliansi Nasional Driver Online (Aliando) serta judicial review Pasal 151 huruf a Undang-Undang no. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan di Mahkamah Konstitusi yang diajukan oleh Tim Advokasi dan Hukum Pengendara Online Nasional (Timah Panas) bisa dihindarkan jika pemerintah dapat mengayomi keinginan para pengemudi dan organisasi angkutan darat alias organda.
"Peraturan menteri mengenai taksi online ini kan sudah menjadi masalah lama. Sudah ada pembatalan dari Mahkamah Agung (MA) sebelumnya, kemudian dikeluarkan lagi revisinya, dan sekarang masih dirasa bermasalah, dibawa lagi ke MK (Mahkamah Konstitusi)," ujar Galang saat ditemui Kricom di Mahkamah Konstitusi, Senin (29/1/2018).
Galang menjelaskan, polemik Permenhub ini sesungguhnya merupakan masalah di antara organda dan pengemudi online. Pemerintah dalam hal ini harus lebih jeli melihat masalah, agar tidak dinilai 'berat sebelah' dalam menetapkan aturan.
"Kan tinggal didengar aspirasi dari pengemudi bagaimana dan keinginan organda seperti apa. Jangan sampai peraturan yang telah dibuat berat sebelah. Ini kan tentang mengatur hajat hidup orang banyak, pembagian 'kue' untuk online dan non-online harus ditegaskan. Jangan buat aturan berbelit-belit yang ujung-ujungnya membuat rakyat susah," terangnya.
Ia pun menyarankan pemerintah wajib mengajak aliansi pengemudi online dan juga Organda duduk bersama untuk dimintai pendapat mengenai pembuatan peraturan. Menurutnya, hal itu bisa mengantisipasi 'perang' di antara keduanya yang bukan tidak mungkin bisa menjadi aksi anarkis di kalangan bawah.
"Dari peraturan ini kan sudah terlihat rivalitas antara perusahaan angkutan umum dengan pengemudi driver online. Kalau persoalan ini tidak segera diselesaikan, bukan tidak mungkin ada aksi-aksi sweeping dari kedua belah pihak yang tentunya akan menimbulkan kerugian yang besar. Hal itu kan sudah pernah terjadi saat zamannya ojek online," tegas Galang.
Diberitakan sebelumnya, ribuan pengemudi taksi online yang tergabung dalam Aliansi Nasional Driver Online menggelar aksi unjuk rasa di Monas dan Kantor Kementerian Perhubungan (Kemenhub) untuk menolak Permenhub nomor 108 tahun 2017 karena dinilai memberatkan driver.
Di saat yang bersamaan, masih berkaitan dengan taksi online, Timah Panas mengajukan judicial review terhadap Pasal 151 huruf a Undang-Undang no. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.