KRICOM - Sejumlah elemen masyarakat melaporkan adanya dugaan pidana dalam penutupan Jalan Jatibaru, Tanah Abang, Jakarta Pusat yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta.
Laporan ini dibuat di Polda Metro Jaya, Kamis (22/2/2018) dan telah diterima dengan Nomor: 995/II/2018/PMJ/Dit.Reskrimsus.
Ketum Cyber Indonesia Muannas Alaidid menjelaskan, penutupan jalan di Jatibaru yang dilakukan oleh Pemprov DKI sudah berjalan kurang lebih selama 2 (dua) bulan atau sejak tanggal 22 Desember 2017.
Tetapi, lanjut dia, sampai dengan saat ini belum memiliki payung hukum dalam penerapannya. Dengan kata lain tidak adanya perda maupun pergub yang dalam pelaksanaan kebijakan tersebut.
"Sehingga keputusan itu mendapat respon dari berbagai kalangan karena dianggap sebagai kebijakan yang kontroversial dan bertentangan dengan peraturan yang berlaku serta faktanya justru menimbulkan permasalahan baru, bahkan mengarah kepada dugaan tindak pidana," jelas Muannas di Jakarta.
Hal ini menjadi serius, mengingat Pemprov DKI Jakarta merealisasikan penutupan jalan di depan Stasiun Tanah Abang pada tanggal 22 Desember 2017 untuk tujuan memberikan kebebasan bagi PKL Tanah Abang berjualan di satu dari dua ruas jalan sepanjang Jalan Tanah Baru Raya
"Dengan berjalannya waktu dan hasil pemantauan di lapangan bahwa PKL yang berjualan di trotoar kawasan Tanah Abang tidak berkurang, bahkan cenderung semakin banyak. Mereka mayoritas beralasan tidak mendapatkan bagian di tenda PKL yang berada di ruas jalan Jatibaru," ungkapnya.
"Di samping itu, baik warga setempat maupun angkutan umum sudah beberapa kali melakukan aksi protes terhadap kebijakan dari Pemprov DKI Jakarta tersebut," tambah dia.
Apalagi, Muannas melanjutkan, surat rekomendasi Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya Tentang Penataan Kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat Kepada Pemprov DKI pada pokoknya meminta Pemprov DKI mengembalikan dan mengoptimalkan kembali fungsi jalan untuk mengurangi dampak kemacetan dan kecelakaan lalu lintas.
Hal ini juga diperkuat oleh Komisioner Lembaga Ombudsman yang menegaskan, kebijakan yang diambil Pemprov DKI belum memiliki dasar hukum dan merugikan warga lainnya. Terlebih bagi kepentingan umum, kebijakan itu sarat merugikan stakeholder (pemangku kepentingan) lain, seperti warga setempat, pemilik toko di sepanjang Jati Baru, ekspedisi maupun sopir angkutan umum karena kebijakan tidak berpihak kepada mereka.
"Bahwa mencermati perkembangan situasi tersebut dan fakta-fakta hukum yang telah kami kumpulkan dan kegelisahan netizen di media sosial atas kebijakan yang kontroversial tersebut maka demi kepentingan umum *Cyber Indonesia* ‘mencium’ adanya dugaan tindak pidana," kata Muannas.
Dalam laporannya, Muannas menggunakan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan dengan ancaman pidana 18 bulan atau denda 1,5 Miliar terkait larangan menggangu jalanan dan mengubah fungsi jalanan.