KRICOM - Jaksa Agung HM Prasetyo mengaku, Indonesia sudah darurat narkoba karena setiap hari masuk penyelundupan narkoba. Hal inilah yang membuat eksekusi mati terhadap terpidana narkoba harus kembali dilanjutkan.
Namun, eksekusi mati masih terkendala dengan upaya peninjauan kembali (PK) yang diajukan oleh terpidana mati tanpa ada batas waktu.
"Eksekusi mati bukan sesuatu hal yang menyenangkan, tetapi harus dilaksanakan. Saya tidak bisa menyampaikan terbuka di sini kenapa kok belum lagi dilaksanakan eksekusi," kata Prasetyo, Rabu (21/2/2018).
Prasetyo menuturkan, dirinya sudah menerima laporan kalau 75 persen narkoba beredar di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas). Menurutnya, eksekusi lanjutan tetap akan dilaksanakan sambil menunggu waktu yang tepat.
"Eksekusi tetap dilaksanakan, hanya waktunya yang belum bisa saya jelaskan karena banyak hal lain yang jadi pertimbangan kami," ungkapnya.
Politisi Partai Nasdem ini mengakui, eksekusi mati banyak rintangan, pro dan kontra selalu ada dan tentunya perlu dilakukan kehati-hatian.
"Eksekusi mati ini harus dilakukan dengan penuh kehati-hatian," tutupnya.
Sebelumnya, Kejagung telah mengekusi mati terpidana kasus narkoba, yaitu Andre Zhan, Myuran Sukumaran (keduanya WN Australia), Raheem Abbaje Salami, Sylvester Obiekwe Nwolise, Okwudili Oyatanzwe (WN Nigeria), Martin Anderson (WN Ghana), Rodrigo Galarte(Brasil), Zainal Abidin (WNI), Ang Kiem Soei (WN Belanda), dan Marco Archer (Brasil).
Kemudian disusul Daniel Enemo (WN Nigeria), Namanona Denis (WN Malawi), Rani Andrian(WNI), Tran Bich Hanh (WN Vietnam), Freddy Budiman (WNI), Seck Osmane (WN Nigeria), Humpreyt Jefferson Ejike (WN Nigeria), dan Micahel Titus Igweh (WN Nigeria).